Menggali Kembali Makanan Berbahan Serangga dengan Entomofagi sebagai Makanan Masa Depan
Banyak masyarakat di Jawa yang punya kebiasaan mengonsumsi serangga seperti jangkrik yang menjadi menu lezat ini. Menu serangga yang hits antara lain walang, uler jedung, ungkrung uler jati, sampai laron. -Freepik-
Menurut data dari UN's Food dan Agriculture Organization serangga sudah dikonsumsi lebih dari 2 miliar orang di seluruh dunia. Banyak negara mulai mengeksplorasi serangga sebagai sumber pangan atau entomofagi.
Thailand, terkenal dengan berbagai olahan serangga. Masyarakat Meksiko mengkonsumsi stinkbug (walang sangit) sebagai campuran makanan karena kaya protein, mineral, dan baik untuk kesehtan. Bahkan di Meksiko ada festival serangga, yakni Jumil Festival.
Di Zimbabwe Masyarakat biasa mengonsumsi ulat mopane yang memiliki kandungan protein tiga kali lipat lebih besar dari daging sapi. Locust atau belalang adalah camilan yang cukup populer di Israel.
BACA JUGA: Hari Batik Nasional: Historisitas dan Identitas Bangsa, Simbol Tak Ternilai Warisan Budaya Dunia
Kenya bahkan mulai mengembangkan peternakan rayap untuk toping bubur jagung (Ugali). Semut adalah olahan yang digemari di Brazil. Kamboja memiliki bugcafe yakni kafe atau restoran khusus serangga. Menu andalannya bugmac (burger) dengan patty terbuat dari campuran semut, lebah, belalang, dan ulat sutera.
Yellow mealworm (ulat hongkong) adalah serangga pertama yang direkomendasikan European Food Safety Agency (EFSA) sebagai makanan manusia di Uni Eropa. Baik dalam bentuk beku, kering, bubuk, dan digiling.
Ulat Hongkong dan ulat bambu juga dapat diterima sebagai makanan manusia. Di Eropa makanan berbahan serangga akan diberikan label khusus.
Untuk mendukung aspek keamanan dan kesehatan, banyak penelitian tentang makanan serangga atau entomofagi dilakukan. International Center of Insect Physiology and Ecology (ICIPE) in Nairobi, Kenya, berkontribusi dalam riset emtomophagy tersebut.
Wageningen Academics Publisher salah satu publishet yang concern mempublikasikan penelitian tentang edible insect di Journal of Insects as Food and Feed.
Di Indonesia, mungkin tidak banyak yang tahu bahwa setiap 23 Oktober diperingati sebagai World Edible Insect Day alias hari serangga yang dapat dikonsumsi sedunia. Dengan peringatan itu, PBB merekomendasikan serangga untuk mengatasi kelaparan.
Badan Pangan dan Pertanian Dunia (FAO) menegaskan jika makanan berbahan serangga dapat meningkatkan pemenuhan gizi dan ramah lingkungan.
Makanan Masa Depan
Dalam salah satu artikel yang terbit di Journal Functional Food Science, peneliti Italia yaitu Iriti Marcello, Lisa Vallone, dan Sara Vitalin (2022), menyebutkan berbagai alasan kenapa kita perlu ngeyel untuk makan serangga.
Pertama, edible insect merupakan pangan yang sehat dan ramah lingkungan serta berelanjutan. Kandungan micronutrient, mineral yaitu magnesium, zat besi, mangaan, phosphor, selenium, zink, dan vitamin A, B, C, D.
Serangga merupakan sumber serat (chitin cithosan). Serangga sumber protein yang ramah lingkungan karena menghasilkan greenhouse gases yang lebih minim dibandingkan hewan ternak lain.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: