Akulturasi dalam Selembar Batik di Pesisir Pantai Utara Jawa

Akulturasi dalam Selembar Batik di Pesisir Pantai Utara Jawa

AKULTURASI dalam selembar batik di pesisir Pantai Utara Jawa. Foto: para pembatik Tiga Negeri bekerja memproduksi batik Lasem yang unik di Lasem, Januari 2023. -Doan Widhiandono-Harian Disway-

Rumah itu tersembunyi di balik pagar tembok tinggi. Yang di bagian tengahnya terdapat pintu kayu ganda bercat cokelat. Dinaungi paifang—gerbang khas Tiongkok—mungil.

Rini menyambut kami di teras belakang rumah geladak bercat kuning. Terdapat set kursi tamu dan beberapa lemari pajang. Halaman belakang rumah itu full digunakan untuk produksi batik.

Di salah satu sudut, tampak beberapa ibu memanaskan tungku dan mencairkan lilin di atas wajan besar. Di bagian lain, beberapa pemuda melakukan proses celup—memasukkan kain yang sudah dipola ke dalam cairan warna.

Di tempat lain, terlihat para pengrajin sedang melukisi kain dengan lilin. Mereka duduk melingkar, masing-masing menghadapi selembar kain.

Jemari tua mereka begitu lincah menari di atas mori yang sudah diberi pola. Sedangkan bagian halaman yang tak tertutup atap digunakan untuk menjemur batik.

"Saya belum lama, kok, meneruskan usaha batik ini. Baru pegang full setelah ayah meninggal," tutur Rini Safitri.

Dia bahkan baru kembali ke Lasem sekitar lima tahun lalu. Waktu sang ayah jatuh sakit. Sebelumnya, dia dan suami menetap di Surabaya. "Waktu itu ayah bilang, 'Wis, pokoke Rini kudu mulih'," kenang Rini, menirukan kalimat sang ayah.

Batik Sigit Witjaksono yang istimewa tak lepas dari karakternya yang open minded. Sigit adalah pelopor nikah campur di Lasem. Ia pemuda Tionghoa pertama yang berani memperistri gadis Jawa, pada 1963. Demi akulturasi.

"Soal agama, ayah juga sangat open. Dulu, beliau Konghuchu. Mama Islam. Kami, anak-anaknya, disekolahkan di sekolah Katolik. Karena dulu sekolah-sekolah yang bagus itu rata-rata punya Katolik," cerita Rini.

"Nah, setelah menikah, kami bebas memilih agama apa saja. Saya, kebetulan, menjadi mualaf," tutur perempuan berkedurung itu.

Dua dekade lebih Rini jadi arek Suroboyo. Dia mengira akan selamanya menghabiskan hidup di Kota Pahlawan. Hingga pada 2017, sang ayah memanggil. Dia diminta melanjutkan usaha batik Sekar Kencana.

BACA JUGA: Donnie Sibarani dan Ikatan Alumni Putri Indonesia Kenakan Batik Khas Kota Pasuruan

Indahnya Motif Sinografi


AKULTURASI dalam selembar batik di pesisir Pantai Utara Jawa. Foto: seorang pembatik di Sekar Kencana mewarnai batik sinografi.-Retna Christa-Harian Disway-

Motif warisan mendiang Sigit Witjaksono, maestro batik asal Lasem, memang khas. Berkesan rumit. Karya warna. Dan yang paling unik, ada sebaris harapan yang tersemat dalam lembaran batiknya. Batik sinografi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: