Akulturasi dalam Selembar Batik di Pesisir Pantai Utara Jawa
AKULTURASI dalam selembar batik di pesisir Pantai Utara Jawa. Foto: para pembatik Tiga Negeri bekerja memproduksi batik Lasem yang unik di Lasem, Januari 2023. -Doan Widhiandono-Harian Disway-
Rini Safitri tidak sekadar mewarisi bisnis batik. Lebih dalam lagi, dia melanjutkan filosofi yang ditanamkan Sigit pada lembaran kain batik produksi Sekar Kencana.
Salah satu filosofi besar yang muncul pada batik mereka adalah akulturasi. "Apalagi, mama dan papa itu kan pencampuran dua etnis," ucap Rini, anak ketiga dari empat bersaudara tersebut.
Ya, Sigit yang Tionghoa itu menikahi Marpat Rochani yang Jawa tulen. Keturunan wedana, pemimpin wilayah administratif di bawah kabupaten dan di atas kecamatan.
Pernikahan mereka pada 1963 bahkan dicatatkan di Catatan Sipil. Sebuah langkah sangat progresif pada zaman itu. Akulturasi itulah yang juga mewujud dalam karya-karya batik Sigit.
"Ini satu-satunya batik di Lasem yang sinografi," ucap Rini tatkala berbincang dengan tim ekspedisi Jejak Naga Utara Jawa, Rabu, 18 Januari 2023.
Dalam dunia batik, sinografi merujuk pada pemakaian aksara Han (hanzi) dalam motif batik. Huruf yang dipakai tidak random. Tetapi mewujud menjadi satu kesatuan makna. Membentuk kalimat filosofis—kata-kata mutiara—dalam tradisi Tionghoa.
BACA JUGA: Kota Pasuruan Kenalkan Batik Baru di North Java Kreasi Fashion Batik Harmonie
Itu hanya Sigit yang punya. Nama Sigit sampai dimasukkan dalam buku Batikpedia; Kumpulan Istilah Penting dalam Dunia Batik yang terbit pada 2020.
Dalam buku karangan Ivone de Carlo itu, nama Sigit ada di halaman 109. Keterangannya: perajin batik keturunan Tionghoa yang memasukkan seni sinografi ke dalam batik Lasem.
Sedangkan lema (entry) sinografi ada di halaman 110. Penjelasannya: kalimat-kalimat mutiara atau pepatah arif Tiongkok.
Di areal terbuka belakang rumah Rini, kain-kain batik sinografi itu tersimpan di sebuah lemari berpintu kaca. Dilipat dan dikemas rapi. Siap dipasarkan.
Pada batik sinografi, aksara Tiongkok itu tidak berdiri sendiri. Ia tetap dipadukan dengan motif-motif khas Lasem lainnya. Misalnya, watu kricak, titik-titik kecil yang sedikit lebih besar daripada beras. "Ini, katanya, mengingatkan orang pada Jalan Daendels," ujar Rini.
Lasem, yang terletak di pantai utara Jawa itu, memang dilintasi Jalan Raya Daendels. Jalan itu membentang dari Anyer ke Panarukan.Panjangnya seribu kilometer lebih.
Saat pembangunannya pada 1808-1811, wilayah pantura penuh pecahan batu untuk memadatkan jalan. Itulah watu kricak yang teksturnya lantas diabadikan dalam batik khas Lasem tersebut.
Motif lain adalah sekar jagad. Ini adalah motif floral yang juga muncul pada batik khas Solo dan Jogja. Sekar jagad dimaknai sebagai bentuk keindahan paripurna. Menghiasi seluruh alam, membentuk kembang-kembang yang cantik.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: