Sumur dan Matahari (3): Panggilan Kejaksaan Berasa Dihempas Badai
Penulis mendapat kunjungan keluarga di Rutan Kejagung.-Dokumen Pribadi-
Hari itu, Rabu 17 Oktober 2018. Adalah hari pertama saya dipanggil tersangka. Beberapa bulan sebelumnya diperiksa sebagai saksi. Tidak ada firasat apapun saat itu. Proses BAP juga berjalan lancar. Selancar ketika diperiksa sebagai saksi.
Namun usai BAP, saya tidak diizinkan pulang. Akan ada briefing kata penyidik. Ternyata kami berlima harus masuk rumah tahanan. Hari itu juga. Innalillahi wa innailaihi rojiun. Di luar wartawan sudah ramai menunggu.
Apa yang selama ini saya lihat di TV, harus saya alami sendiri. Digelandang ke mobil tahanan dan ditondong kamera wartawan. Saya yakin, rekaman wartawan itu tayang di media mereka.
Rumah tahanan Kejagung berada di gedung parkir lantai 7A. Sepanjang perjalanan, saya masih seperti bermimpi. Namun saya ingat pernah berjanji pada diri sendiri. Apabila yang terburuk ini terjadi akan saya jalani dengan ikhlas.
Janji itu lah yang membuat saya tenang. Seingat saya ada ayat Alquran yang menyatakan hal ini, kira kira begini artinya : “Jangan kamu kira sesuatu yang buruk itu buruk, barangkali ada kebaikan di balik itu “. Insyaallah.
Selama proses administrasi, saya menelepon istri untuk mengabarkan hal ini. Tentu istri kaget dan hendak menangis. Saya langsung mencegahnya dan mengatakan, kita harus saling menguatkan. Beruntung, istri saya adalah sosok yang mampu mengesampingkan perasaan dan mengedepankan rasio. Ia bangkit untuk melakukan hal hal yang urgen. Yaitu membawakan pakaian dan kebutuhan sehari hari saya.
Ruang tahanan cukup nyaman. Bersih dan lengkap. Ada ruang tamu, ada meja pingpong, dapur, dan tempat nonton TV serta musala. Ngobrol sesama tahanan yang sudah lebih dulu datang juga cukup melegakan. “Dinikmati aja pak…,” kata Pak Koes, salah satu penghuni di sana.
Sayapun pernah berpikir begitu … it just another trip
Malam hari, istri datang membawa pakaian. Saya bersyukur istri terlihat tabah dan sanggup menghadapi ujian ini. Bahkan memberi saya semangat dan nasehat. Dia juga mengabarkan bahwa informasi ke sanak famili dan kerabat sudah ter-handle dengan baik. Kami memang sudah menyiapkan hal itu. Yaitu key person yang akan menyebarkan informasi dan tulisan penjelasan terkait kasus saya.
Jam 22.00, semua harus masuk kamar dan kamar berjeruji. Ciri rumah tahanan dan digembok petugas. Miris juga rasanya. Untungnya, petugas membuka gembok 03.00 karena saya berniat puasa Senin-Kamis.
Hanya semalam saya berada di kamar bergembok. Besoknya, saya pindah kamar tahanan. Kamar yang tidak digembok. Alhamdulillah.
Hari ketiga, tepatnya 19 Oktober 2018, usai salat tahajud dan salat Subuh di musala, saya terasa kosong dan hampa. Baru kali ini saya merasakan hal itu. Seperti lidah yang tidak bisa merasakan manis dan gurih masakan. Sangat tidak nyaman. Saya pun berdoa agar Allah segera mengembalikan atau menghidupkan kembali perasaan saya.
Untuk melampiaskan perasaan, saya membuat puisi.
HAMPA
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: