Indonesia 2024–2029: Selamat Datang, Neoliberalisme Inklusif!

Indonesia 2024–2029: Selamat Datang, Neoliberalisme Inklusif!

Ilustrasi neoliberalisme inklusif di Cile.-Maulana Pamuji Gusti-Harian Disway-

Sebab, sejatinya memang telah memberikan hasil yang memadai berupa peningkatan taraf hidup amat banyak orang dan peningkatan kesejahteraan yang luar biasa bagi sedikit orang. Namun, mau tidak mau perlu mengurangi dampak negatifnya secara signifikan.  

Neoliberlisme tidak pernah hendak dibuang, tetapi perlu melakukan penyesuaian struktural (structural adjustment), jika frasa itu boleh dan tepat dipakai.

Dua di antaranya ditulis akademisi menjulang kelas dunia, yakni Liberalism and Its Discontent yang ditulis Francis Fukuyama (2022) dan The Crisis of Democratic Capitalism karya Martin Wolf (2023). 

Jika sedikit jeli, sesungguhnya jauh sebelumnya telah ada peringatan dini yang tajam yang diberikan akademisi yang tidak kalah menjulang. Misalnya, Atkinson (2015), Piketty (2014), dan Stiglitz (2015).  

Semuanya memberikan perhatian yang dalam pada ketimpangan ekonomi yang tajam, sebagai akibat struktural dari pembangunan ekonomi model neoliberalisme. Semua tulisan yang telah disebut itu pada umumnya berisi argumen teoretis yang berhasil dibangun setelah mereka melakukan penelitian mendalam di berbagai negara. 

Sifat eklektik yang biasanya melekat erat pada model jalan tengah, yang diajukan oleh berbagai penulis itu, kini tidak lagi dijadikan alasan kuat untuk menolaknya.

Berbeda dengan berbagai tulisan yang telah disebut di atas, buku berikut dibangun berdasar satu kasus saja, yakni pembangunan ekonomi Cile selama hampir setengah abad, sejak 1973 sampai 2019, yang sepenuhnya mendasarkan diri pada paham neoliberalisme. 

Bahkan, boleh dikatakan, isi buku tersebut mencakup sampai pada 2021, setelah tahun 2019 lahir perlawanan besar pada paham neoliberalisme. Buku itu berjudul The Chile Project: the Story of the Chicago Boys and the Downfall of Neoliberalism yang ditulis Sebastian Edwards (2023), guru besar ternama dalam bidang ekonomi internasional di University of California, Los Angeles, Amerika Serikat.

Sejak 1973 sampai 2021 kinerja ekonomi Cile dinilai sebagai berhasil dan telantar (success and neglect) jika memakai bahasa yang digunakan Edwards (2023:270). Bahkan, ada yang menyebutnya dengan Keajaiban Cile (Chilean Miracle) (Edwards, 2023:2).  

Berhasil dalam meraih pertumbuhan ekonomi tinggi sekaligus mengurangi jumlah penduduk miskin secara signifikan. Cile menjadi negara termakmur di kawasan. 

Keberhasilan itu mulai terlihat nyata justru setelah Cile meninggalkan sistem politik otoritarian dan kembali mengadopsi sistem demokrasi pada 1990. Pada masa politik otoritarian, kinerja ekonomi yang diraih justru tidak impresif.

Di sisi lain, ketimpangan ekonomi dibiarkan telantar tidak cukup mendapat perhatian. Dengan ukuran apa saja, dijumpai ketimpangan yang mencolok, sekalipun sudah menurun jika dibandingkan dengan yang dialami pada era 1970-an. 

Pada awal 2020-an muncul jenis ketimpangan baru yang disebutnya (2023: 271) sebagai ketimpangan horizontal (horizontal inequality) yang lebih bersifat subjektif dan persepsional.  Perlakuan istimewa secara ekonomi pada elite ekonomi dan politik dinilai oleh rakyat sudah sangat berlebihan. 

Jenis ketimpangan baru itulah yang menjadi penyebab utama tuntutan lantang untuk beralih sistem ekonomi lebih ke kiri.  Upaya pertama untuk mengubah konstitusi ternyata gagal, dengan adanya kesadaran bahwa rancangan yang diajukan dinilai mengandung elemen perubahan berlebihan. 

Dipastikan usaha melakukan perubahan akan terus berlanjut, tetapi diperkirakan tidak hendak sampai pada titik ekstrem yang lain.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: