Carok dan Pergeseran Nilai di Madura (12): Celurit Simbol Tulang Rusuk

Carok dan Pergeseran Nilai di Madura (12): Celurit Simbol Tulang Rusuk

Carok dan pergeseran nilai di Madura (12): Celurit simbol tulang rusuk. Celurit kerap digunakan untuk carok. Terdapat teknik khusus untuk memakainya, serta teknik untuk berduel.-Julian Romadhon-

HARIAN DISWAY - Senjata yang umum digunakan dalam carok adalah celurit. Penggunaannya memerlukan teknik khusus. Mulai dari teknik sabetan hingga teror psikis kepada lawan. Tapi ada pula berbagai senjata lain yang digunakan untuk bercarok.

Budayawan Madura Hidrochin Sabarudin (Abah Doink), mengusap ujung tajam celurit yang dipegangnya. Memang bukan celurit untuk bertempur atau bercarok. Hanya celurit biasa yang digunakan untuk memotong rumput. Tapi seperti itulah bentuk celurit pada umumnya.

"Celurit memang kerap digunakan sebagai senjata untuk carok. Namun, sebenarnya tidak selalu celurit. Bisa senjata tajam jenis apa pun," ujarnya. Tapi karena celurit begitu sering digunakan dalam carok, senjata itu menjadi identik dengan tradisi tersebut.

BACA JUGA: Carok dan Pergeseran Nilai di Madura (11): Tak Nyekep, Sok Berani

Celurit dan carok ibarat dua mata uang. Tak terpisahkan. Istilah yang terus bermetamorfosa hingga mengalami pembelokan makna. Carok merupakan tradisi untuk membela atau menegakkan harga diri. Tapi kini menjadi sebatas balas dendam atau penyaluran agresi saja.

"Tapi dalam menggunakan senjata ini ada teknik khusus. Tak bisa sembarangan. Bentuk bajanya tidak lurus seperti pedang. Melainkan bengkok. Salah sedikit bisa mencederai diri sendiri," ujarnya. Abah Doink menyebut bahwa celurit memiliki sarung yang terbuat dari kulit sapi atau kerbau yang tebal. Sedangkan gagangnya terbuat dari kayu.


Carok dan pergeseran nilai di Madura (12): Celurit simbol tulang rusuk. Hidrochin Sabarudin, budayawan Madura, mempraktikkan teknik menyerang menggunakan celurit. Jika cekungnya berada di belakang, maka sasarannya adalah dada atau perut.-Julian Romadhon-

Ia lantas berdiri. Seolah sedang berhadapan dengan seseorang. Celurit tersebut diletakkan di pinggang. Tangan kanannya memegang gagang. "Untuk menakut-nakuti lawan atau membuat lawan kaget, sarung celurit akan dilepas, kemudian dilempar," terang budayawan 64 tahun itu.

Dalam sarung celurit itu terdapat dua-tiga kancing. Sembari berkuda-kuda, pengguna celurit bisa melepas kancingnya perlahan-lahan, lalu melontarkan sarung itu ke arah lawan. Saat kaget, lawan akan lengah. Di situlah seseorang bisa leluasa menyerang. "Ini teknik yang lazim digunakan. Tapi jika lawan sudah tahu, ia tidak akan terpengaruh dan tetap waspada," ungkapnya.

BACA JUGA:Carok dan Pergeseran Nilai di Madura (10): Pesa', Gombor

Teror psikis lainnya adalah nyongkel. Yakni ketika seseorang memperlihatkan celurit kepada lawan. Bisa dengan cara menyembulkan gagangnya saja, atau memperlihatkan celurit secara keseluruhan. 

Namun, dalam tradisi Madura, jika celurit sudah keluar dari sarungnya, apalagi diperlihatkan secara langsung, maka tidak dapat disarungkan lagi jika belum digunakan untuk membunuh lawan. Khususnya untuk carok. Maka, sebenarnya orang Madura tak sembarangan dalam menggunakan celurit. Hanya jika harga diri mereka dilecehkan, atau istrinya diganggu.

Posisi celurit dalam pertarungan pun memiliki teknik khusus. Jika cekungan celurit berada di depan, maka sasarannya adalah leher lawan. Sebab, posisi cekungan itu menghasilkan daya dorong yang mampu memberi daya serang maksimal. 

BACA JUGA:Carok dan Pergeseran Nilai di Madura (9): Taneyan Lanjhang

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: