Menjaga Kota sebagai Cagar Budaya (2): Dampak Kebijakan Neo-liberalisme

Menjaga Kota sebagai Cagar Budaya (2): Dampak Kebijakan Neo-liberalisme

Sisa bangunan cagar budaya Toko Nam ini menjadi salah satu jejak sejarah yang telah lenyap. Kasus pembongkaran bangunan ini merupakan contoh paling aktual walaupun merupakan kasus lama atas dampak kebijakan neo-liberalisme.--

SURABAYA, HARIAN DISWAY - Pembangunan dan perkembangan kota-kota di berbagai belahan dunia melahirkan bangunan-bangunan dengan fungsinya masing-masing. Perubahan paling masif atas ruang perkotaan adalah karena adanya pertumbuhan bangunan. Yaitu struktur buatan manusia yang terdiri atas dinding dan atap yang didirikan secara permanen di suatu tempat. 

Bahkan dalam banyak kasus, besar kecilnya sebuah kota sangat tergantung pada keberadaan bangunan tersebut. Kompleksitas kota juga dipengaruhi adanya bangunan. Semakin banyak bangunan yang berdiri di sebuah kota semakin kompleks juga keberadaan kota tersebut.

BACA JUGA: Potret Cagar Budaya di Sudut Kota Surabaya

Bangunan di sebuah kota tidak hanya dilihat dari fungsinya saja tetapi juga aspek seni, arsitektur, peran sejarah, nilai budaya, dan lain-lain. Kota-kota di Indonesia mengalami percepatan pertumbuhan sejak kehadiran orang-orang Belanda di kota tersebut. Mereka memiliki kepentingan besar terhadap kota di mana mereka tinggal. Yaitu kepentingan menjajah dan mengeksploitasi kota dan kawasan sekitar.

Penjajahan telah melahirkan fungsi yang beragam atas kota. Ia bukan hanya menjadi pusat pemerintahan semata, tetapi menjadi pusat pengumpulan komoditi ekonomi, pintu gerbang keluar-masuk barang, pusat penanaman modal, pusat ekploitasi manusia, pusat pendidikan kolonial, pusat hiburan, serta fungsi-fungsi lain yang banyak. 

Sejak kehadiran orang-orang Belanda di berbagai kota di Indonesia, kota-kota mengalami lompatan yang jauh, melampaui kondisi sebelumnya yang cenderung stagnan dan lamban dalam perkembangan. Lompatan jauh tersebut karena kota-kota di mana orang banyak orang Belanda tinggal dibangun dengan standar Eropa serta menautkan posisi kota tersebut ke dalam jaringan global.

Perkembangan kota yang sangat cepat itu dapat dilihat pada kasus pertumbuhan Kota Surabaya sebagaimana diperlihatkan pada gambar di bawah. Dalam tempo kurang lebih dua ratus tahun Kota Surabaya mengalami perluasan berkali-kali lipat. Perluasan kota tersebut tentu saja akibat dari ledakan jumlah penduduk serta ledakan jumlah bangunan fasilitas perkotaan.

Perjalanan sejarah sebuah kota tentu saja meninggalkan banyak sekali jejak sejarah. Salah satunya dalam bentuk bangunan-bangunan. Bangunan yang sangat khas dan sesuai dengan konsep cagar budaya (heritage) biasanya akan ditetapkan sebagai bangunan cagar budaya. Konsep bangunan cagar budaya di Indonesia mengacui pada Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010 tentang cagar budaya.

Cagar budaya menurut undang-undang tersebut adalah warisan budaya bersifat kebendaan berupa benda cagar budaya, bangunan cagar budaya, struktur cagar budaya, situs cagar budaya, dan kawasan cagar budaya di darat dan/atau di air yang perlu dilestarikan keberadaannya karena memiliki nilai penting bagi sejarah, ilmu pengetahuan, pendidikan, agama, dan/atau kebudayaan melalui proses penetapan.

Bangunan cagar budaya yang merupakan hasil dari pembangunan sebuah kota pada perjalanannya mendapat ancaman pula dari proses pembangunan atau pengembangan sebuah kota. Hal tersebut mengacu pada sifat manusia yang selalu memperbaharui apa yang dimilikinya jika tidak ada alasan yang sangat penting untuk mempertahankan yang lama. 

Pembangunan kota-kota di dunia selain memanfaatkan ruang-ruang kosong yang belum ada bangunannya juga dengan mengubah bangunan-bangunan yang telah ada untuk keperluan lain yang berbeda. 

Jika pengubahan tersebut hanya semata-mata mengacu pada fungsi maka bangunan tersebut tetap terjaga, tapi jika proses pembangunan kota dilakukan dengan cara mengUbah total bangunan lama menjadi bangunan baru maka akan menjadi ancaman serius bagi bangunan cagar budaya. 

Banyak kota membangun kotanya atau meng-update kotanya dengan cara merobohkan banguan yang dianggap lama. Hal tersebut dilakukan dalam rangka memenuhi naluri manusia yang selalu menginginkan hal baru untuk mendukung kebutuhan hidupnya. 

Selain karena alasan estetis perobohan bangunan lama biasanya terkait erat dengan kebutuhan ruang baru yang sesuai dengan kebutuhan baru pula yang biasanya mengacu pada aspek ekonomi. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: