Banjir, Kode Pungli di Rutan KPK

Banjir, Kode Pungli di Rutan KPK

ILUSTRASI "banjir" jadi kode pungli di rutan KPK. Artinya, akan ada sidak ke rutan.-Maulana Pamuji Gusti-Harian Disway-

 

Pungli di rutan KPK diwarnai kode-kode. Petugas menerima ”pakan jagung” (pungli) agar tahanan boleh membawa ”botol” (HP). Kalau petugas memberikan kode ”awas banjir”, berarti akan ada sidak ke rutan. Para tahanan cepat menyimpan ”botol”-nya.

KODE itu diungkap pihak KPK sendiri dalam konferensi pers penyidikan pungli itu di Gedung KPK Jakarta, Jumat, 15 Maret 2024.

”Misalnya, kode ’banjir’ artinya bakal segera ada sidak,” kata Direktur Penyidikan KPK Asep Guntur Rahayu di konferensi pers. ”Misalnya, kode ’kandang burung’ dimaknai sebagai transaksi uang pungli.”

BACA JUGA: Diperiksa KPK 6 Jam, Sekjen DPR Indra Iskandar Irit Bicara

Kode ”banjir” sangat penting bagi para tahanan. Juga, buat petugas rutan KPK. Sebab, tahanan yang menurut peraturan dilarang membawa HP selama ditahan ternyata membawa HP. Maka, ketika petugas rutan KPK mengeluarkan kode ”banjir”, seketika para tahanan menyembunyikan HP.

Kode ”banjir” juga penting buat petugas rutan KPK. Sebab, jika ada sidak dan ketahuan ada tahanan membawa HP, petugas rutan pasti yang disalahkan.

Pungli itu dikumpulkan tahanan yang ditunjuk sebagai koordinator pungli, disebut ”korting”. Tugas ”korting” adalah mengumpulkan uang pungli dari para tahanan.

BACA JUGA: Usai Diperiksa KPK, Sekda Bandung Irit Bicara

Petugas ”korting” pasti dapat pungli dari para tahanan. Atau, para tahanan yang tersangka korupsi itu wajib bayar pungli ke petugas ”korting”.

Asep Guntur: ”Uang pungli itu mesti diberikan para tahanan. Jika tidak, tahanan akan dikunci di kamarnya. Selain itu, tahanan yang tidak bayar pungli mendapatkan tugas kebersihan lebih banyak. Bersih-bersih WC. Besaran uang untuk mendapatkan layanan-layanan tersebut bervariasi. Dipatok mulai Rp 300 ribu sampai Rp 20 juta.”

Setelah terkumpul, uangnya diserahkan ke orang berkode ”lurah”, yakni petugas KPK yang bekerja di rutan.

BACA JUGA: KPK Cekal 3 Terduga Korupsi Ini Untuk Pergi ke Luar Negeri

KPK punya tiga rutan. Dengan demikian, ada tiga ”lurah”. Rutan KPK Cabang Pomdam Jaya, Jalan Guntur, Jakarta Pusat, diemban tersangka M. Ridwan (MR). Rutan KPK di Gedung Merah Putih dijabat tersangka Mahdi Aris (MHA). Rutan KPK di Gedung ACLC dijabat tersangka Sopian Hadi (SH).

Uang hasil pungli yang terkumpul di para ”lurah” kemudian diserahkan kepada koordinator petugas rutan KPK. Lalu, koordinator membagikan kumpulan uang itu kepada para petugas rutan KPK.

Semua petugas rutan KPK dapat bagian. Besaran uang pungli untuk setiap petugas tidak sama. Seorang petugas rutan KPK menerima Rp 500 ribu sampai Rp 10 juta per bulan, rutin. Disesuaikan posisinya dalam sistem pungli itu.

BACA JUGA: Usut Pencucian Uang SYL, KPK Kembali Periksa Pengusaha Hanan Supangkat

Jadi, pungli tersebut sudah sistematis. Punya kode-kode rahasia. Juga, terstruktur rapi sebagaimana organisasi kriminal mafia.

Pungli diperkirakan ada sejak 2018. ”Tapi, baru terkoordinasi pada 2019,” ujar Asep Guntur. ”Dari 2019 sampai 2023 terkumpul uang pungli sekitar Rp 6,3 miliar. Uangnya sudah dibagikan kepada para petugas rutan KPK.”

Pada pemeriksaan awal, diduga hampir seratus petugas rutan terlibat pungli. Baik yang masih aktif, sudah pensiun, atau sudah dimutasi. Kemudian, disidik lebih lanjut, akhirnya ada 15 tersangka yang sejak Jumat, 15 Maret 2024, ditahan di Polda Metro Jaya.

BACA JUGA: KPK Tetapkan Tersangka kasus Dugaan Korupsi di PT Taspen

Para tersangka (15 orang) ialah Kepala Rutan KPK Achmad Fauzi dan pegawai negeri sipil (PNS) Pemprov DKI Jakarta, Hengki. Dua orang itu diduga sebagai biangnya.

Lalu, ada enam pegawai negeri yang ditugaskan (PNYD) di KPK. Mereka adalah Deden Rochendi, Sopian Hadi, Ristanta, Ari Rahman Hakim, Agung Nugroho, dan Eri Angga Permana.

Sedangkan tujuh orang lainnya ialah petugas pengamanan rutan cabang KPK, yaitu M. Ridwan, Suparlan, Ramadhana Ubaidillah A., Mahdi Aris, Wardoyo, M. Abduh, dan Ricky Rachmawanto. Semua tersangka ditahan di Rutan Polda Metro Jaya per Jumat, 15 Maret 2024, sampai 20 hari kemudian untuk proses penyidikan.

BACA JUGA: Usut Kasus Pencucian Uang SYL, KPK Periksa Ahmad Sahroni

Para tersangka melanggar Pasal 12 huruf e Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.

Bagaimana proses terungkapnya sistem pungli yang sudah begitu rapi itu?

Awalnya ditemukan Dewas (Dewan Pengawas) KPK. Kali pertama diungkap Dewas KPK pada Januari 2024. Jadi, Dewas KPK mengungkap pungli yang dilakukan teman kerja mereka sendiri.

BACA JUGA: KPK Dalami Gratifikasi Bea Cukai Yogyakarta

Peneliti Indonesian Corruption Watch (ICW) Kurnia Ramadhana menyebutkan, awal mula terbongkarnya pungli itu dari pengusutan kasus dugaan pelanggaran kode etik perbuatan asusila (chat WA mesum) petugas KPK dengan istri seorang tahanan. Dari sana, Dewas KPK kemudian menemukan adanya pungli di rutan KPK.

Kurnia: ”Modusnya profesional karena aliran dana tidak secara langsung mengalir ke rekening pelaku, tetapi berlapis-lapis atau menggunakan pihak lain.”

Pasti, kasus itu mencoreng kredibilitas KPK. Lembaga pemberantas korupsi, anggotanya malah korupsi. Tapi, bisa dimaklumi jika dikaitkan dengan mantan Ketua KPK Firli Bahuri yang juga tersangka dugaan tindak pidana korupsi berupa pemerasan atau penerimaan gratifikasi.

Firli diduga memeras tersangka korupsi mantan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo yang diduga memeras bawahannya agar setor uang ke Syahrul. Jadi, tersangka pemeras Syahrul Yasin Limpo diduga diperas pula oleh Firli Bahuri.

Firli tersangka pemeras dan 15 petugas rutan KPK tersangka pemeras para tahanan yang tersangka korupsi. Lingkaran peras-memeras di sana.

Adakah kaitan antara pemerasan para tahanan KPK oleh petugas rutan KPK dengan status mantan Ketua KPK Firli yang tersangka pemeras? Mungkin tidak terkait langsung. Tapi, sosiolog Universitas Airlangga Ari Wibowo kepada wartawan mengatakan:

”Hal ini (pungli di rutan KPK, Red) terjadi makin kuat semenjak kepemimpinan Firli Bahuri. Sebetulnya hal ini bisa dilihat secara terang, bagaimana Firli menjadi tersangka. Maka, tidak perlu kita membicarakan bawahannya yang tidak terlihat. Karena pasti korupsi itu dilakukan secara kolektif.”

Solusinya, menurut Ari: ”Tidak ada cara lagi selain merombak undang-undang, merombak pemimpin, menggantinya dengan yang baru. Perlu penggalian lebih mendalam, desakan oleh masyarakat atau ultimatum tokoh masyarakat melalui Dewan Perwakilan Rakyat demi kebaikan dan keberlangsungan masa depan KPK.”

Sebenarnya, di rumah tahanan atau lembaga pemasyarakatan (lapas) sudah lazim ada pungli. Antara lain, pernah diungkap di Lapas Sukamiskin Bandung. Juga, di lapas lainnya. Di Sukamiskin malah diungkap dua kali.

Tapi, kalau pungli itu di KPK, menandakan kerusakan parah Indonesia dalam hal ini. Karena masyarakat berharap agar KPK jadi panutan lembaga penegak hukum lainnya dalam memberantas korupsi. Kalau sudah parah begini, masak dibiarkan? (*)

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: