Mengatasi 1 Juta Orang Indonesia Yang Lebih Suka Berobat ke Luar Negeri, Biang Kerugian Negara Rp180 Triliun

Mengatasi 1 Juta Orang Indonesia Yang Lebih Suka Berobat ke Luar Negeri, Biang Kerugian Negara Rp180 Triliun

Ilustrasi layanan pasien di RSI Ahmad Yani Surabaya. Lebih dari 1 juta penduduk Indonesia lebih memilih berobat ke luar negeri hingga merugikan negara Rp 180 triliun per tahun-Julian Romadhon/Harian Disway-

Oleh: Prof dr. Tjandra Yoga Aditama, Sp.P(K), MHA, DTM&H, DTCE, FIRS   

SEHUBUNGAN pernyataan Presiden Joko Widodo pada Rapat Kerja Kesehatan Nasional di Tangerang pada Rabu, 24 April 2024 bahwa negara rugi Rp180 triliun lantaran satu juta warga negara Indonesia (WNI) masih memilih berobat ke luar negeri, maka setidaknya ada 5 hal tentang hal ini.

Pertama, memang ada persepsi umum bahwa di berobat di luar negeri lebih bagus daripada di dalam negeri. Baik untuk kesehatan maupun juga untuk hal-hal lain. Khusus untuk pengobatan, hal ini kemudian dipengaruhi lagi dengan “berita-berita” yang menambah kesan bahwa pelayanan kesehatan di luar negeri lebih bagus. 

Berita yang cepat sekali beredar ini bisa saja benar, tapi bisa juga salah. Tetapi biasanya sudah terlanjur dianggap benar saja. Tanpa bermaksud berpolemik, informasi yang beredar seharusnya perlu dianalisa benar tidaknya, sebelum cepat-cepat mengambil kesimpulan.

BACA JUGA:Boncos! Jokowi Sebut Indonesia Rugi Rp180 Triliun Karena Masyarakat Memilih Berobat ke Luar Negeri

Dalam hal ini tentu baik juga diungkap tentang “keberhasilan” yang terjadi dalam pelayanan rumah sakit kita selama ini (dalam pemberitaan), berapa banyak yang berobat dan kemudian sembuh dengan baik. Ini perlu agar berita yang beredar bisa lebih seimbang.  

Kedua, di sisi lain memang harga untuk beberapa layanan pemeriksaan dan pengobatan tertentu lebih murah di negara tetangga. Walaupun saya tidak punya data perbandingan angka secara pasti. Untuk ini salah satu penjelasannya adalah harga alat kedokteran yang memang lebih mahal di Indonesia daripada di sebagian negara tetangga. 

Pengalaman pribadi misalnya, teman-teman dokter yang datang/belajar ke India waktu saya bekerja di WHO dan berdomisili di New Delhi maka banyak yang pulang membawa berbagai alat kesehatan yang memang lebih murah harganya.

Selain itu harga obat-obatan di India juga jauh lebih murah dibandingkan Indonesia sehingga saya pun sampai sekarang memakan obat rutin yang saya beli dari India, baik titip ke teman, maupun beli sendiri kalau saya bertugas ke India.

BACA JUGA:Kata Jokowi Soal Banyaknya Mahasiswa PPDS yang Depresi: Rasio Jumlah Dokter Spesialis di Indonesia Hanya 0,47

Ketiga, kalau tentang kemampuan dokter dan tenaga kesehatan lain maka saya rasa kita di Indonesia secara umum sama baiknya dengan negara tetangga. Dalam berbagai arena ilmiah kedokteran, tidak sedikit dokter dan pakar kesehatan kita yang cukup menonjol dan mendapat apresiasi dihormati.

Demikian juga jelas selama ini peran penting dokter dan pakar kita di berbagai organisasi internasional kesehatan dan kedokteran regional dan dunia. Tentu saja ada variasi dalam tenaga dan pelayanan kesehatan di negara kita antara tempat satu dengan lainnya.

Hanya saja secara umum sebenarnya pelayanan kesehatan terus membaik dari waktu ke waktu dan tentu perlu terus ditingkatkan sesuai dengan perkembangan ilmu.

Keempat, yang juga banyak di bahas adalah lebih cepatnya pelayanan di negara tetangga antara pemeriksaan dan hasil, sehingga keputusan tindakan yang akan dilakukan dapat segera dilakukan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: