Jaranan Mataraman: Identitas Sejarah, Kearifan Lokal, dan Warisan Budaya Tak Benda Desa Sanan

Jaranan Mataraman: Identitas Sejarah, Kearifan Lokal, dan Warisan Budaya Tak Benda Desa Sanan

Jaranan Mataraman: Identitas Sejarah, Kearifan Lokal, dan Warisan Budaya Tak Benda Desa Sanan-Lady Khairunnisa-

Kesenian tersebut memiliki sejarah panjang yang terkait dengan Dusun Sanan, yang awalnya merupakan hutan belantara dengan tempat sakral.

Tokoh pertama yang mendiami daerah Sanan adalah Mbah Kento Surowijoyo, bersama sembilan priyayi Mataram lainnya, mereka membabat hutan dan mendirikan Dusun Sanan.

Nilai-nilai moral dan identitas budaya terkandung dalam Jaranan Mataraman. Representasi kuda dalam pertunjukan itu mengajarkan pentingnya menjaga sumber air bagi penduduk setempat.

Selain itu, kesenian tersebut juga memperkuat kerukunan dalam masyarakat. Dengan demikian, Jaranan Mataraman menjadi bagian tak terpisahkan dari identitas budaya dan warisan tak benda masyarakat Dusun Sanan di Kota Blitar.

Ritual Sebelum Pementasan

Lebih dari sekadar unsur mistisisme dan spiritualitas, Jaranan Mataraman juga mengajarkan tentang kearifan lokal serta keseimbangan antara manusia, alam, dan roh. 

Sebelum tampil, pementasan Jaranan Mataraman diawali dengan aktivitas ritual. Ritual ini melibatkan sesaji, yang memiliki makna mendalam dalam aspek budaya, spiritualitas, dan estetika. 

Komposisi bahan sesaji yang digunakan mengandung pesan simbolis yang merujuk pada hubungan antara manusia dan alam, serta interaksi antara dua dimensi.

Berdasarkan data yang diperoleh, komposisi bahan sesaji meliputi candu, kembang telon wangi, merang, menyan, rokok klobot di bedel pucuk, dan bahkan suguhan ayam serta dawet. 

Sesaji itu kemudian disuguhkan kepada danyang di Sumber Sanan. Danyang dianggap sebagai perwujudan roh leluhur yang bersemayam di tempat keramat sebagai pelindung desa.

Eksistensi Danyang dan Kearifan Lokal di Dusun Sanan

Kepercayaan akan danyang, roh leluhur yang bersemayam di tempat-tempat sakral, merupakan bagian tak terpisahkan dari identitas budaya di Dusun Sanan. 

Para ahli seperti Clifford Geertz (1960) dan John Pemberton (1994) telah menjelaskan fenomena itu dalam penelitian mereka tentang budaya Jawa.

Di Dusun Sanan, danyang diyakini sebagai penjaga Sumber Sanan, mata air utama bagi warga. Kepercayaan itu merepresentasikan kearifan lokal masyarakat dalam menjaga kelestarian lingkungan.

Pesan yang ingin disampaikan adalah bahwa sumber air yang menjadi sumber kehidupan harus dijaga dan dihormati.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: