Eksistensi Tarian Kagura dari Kota Matsumae di Hokkaido yang Jadi Perjuangan Kesinambungan Budaya
Tarian kagura dari Matsumae di Hokkaido jadi warisan budaya lokal Jepang yang diangkat dari tarian sakral agama Shinto. --
HARIAN DISWAY - Tarian kagura merupakan warisan budaya tertua di Jepang yang kini terancam punah karena fenomena aging society. Bagaimana reaksi masyarakat dan pemerintah Jepang dalam menanggapi problematika kebudayaan itu?
Potensi kepunahan budaya lokal tersebut cukup mengejutkan karena Negeri Sakura terkenal akan upaya revitalisasinya yang baik. Selama ini Jepang memiliki cara khusus untuk menanamkan cinta budaya sejak dini sebagai upaya pewarisan budaya.
Pada ranah pendidikan, siswa SD-SMP senantiasa diajak mengenali kebudayaannya melalui program study tour ke tempat bersejarah. Agar dapat meningkatkan partisipasi generasi muda dalam mengapresisasi budaya, sekolah-sekolah di Jepang umumnya mengadakan bunkasai yakni festival budaya yang diadakan rutin tiap tahun.
BACA JUGA: Jaranan Mataraman: Identitas Sejarah, Kearifan Lokal, dan Warisan Budaya Tak Benda Desa Sanan
Akan tetapi, permasalahan utamanya pada konteks ini adalah bagaimana keberlanjutan budaya ke depan apabila kekurangan generasi penerus. Melihat kondisi Jepang saat ini, terdapat banyak rumah kosong (akiya).
Permasalahan itu dapat dikatakan sangat serius karena menghambat pewarisan budaya, terutama di daerah perdesaan. Terutama terkait dengan eksistensi kagura, tarian di Kota Matsumae, Prefektur Hokkaido.
ASAL MUASAL
Berdasar laman situs Kementerian Pertahanan, Infrastruktur, Transportasi, dan Pariwisata Jepang, kagura merupakan tarian sakral dari agama Shinto. Bertujuan menghibur para dewa Shinto.
BACA JUGA: Perjuangan Perempuan di Balik Kain, Pameran Wastra Nusantara Koleksi KCBI
Menurut Kojiki, kitab kuno yang memuat terbentuknya negara Jepang, terciptanya tarian berawal dari kisah Dewi Amaterasu yang bersembunyi di sebuah gua. Perbuatannya menyebabkan kegelapan menyelimuti bumi sehingga para dewa lainnya memutuskan untuk menari dan bernyanyi agar Amaterasu keluar dari gua.
Tindakan menari dan bernyanyi para dewa Shinto menjadi cikal bakal tarian kagura. Terdapat unsur magis karena melibatkan miko (gadis kuil calon pendeta) yang kerap kali menjadi penghubung antara leluhur dan para dewa Shinto.
Pada perkembangannya, unsur tersebut perlahan memudar dan beralih menjadi mikomai (tarian gadis kuil) sembari mengenakan hakama (pakaian luar tradisional yang menutupi pinggang sampai mata kaki) berwarna merah dan kimono berwarna putih.
Selaras dengan maknanya, tarian kagura berfungsi untuk menyenangkan hati para dewa agar melimpahkan berkah bagi hasil panen dan dilindungi dari bencana alam (tolak bala).
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: