Mengangkat Jaran Kepang dalam Identitas Lokal: Pemuda sebagai Penjaga Tradisi

Mengangkat Jaran Kepang dalam Identitas Lokal: Pemuda sebagai Penjaga Tradisi

Pementasan jaran kepang yang menjadi representasi kebudayaan di Jawa Timur yang kini harus tetap dilestarikan. --

HARIAN DISWAY - Peran pemuda dalam pemajuan budaya jaran kepang di Jawa Timur sangat penting untuk memastikan keberlanjutan budaya tradisional di tengah tantangan modernisasi.

Jaran kepang merupakan tarian yang dimainkan oleh tiga sampai empat orang baik laki-laki maupun perempuan. tarian ini biasanya dibawakan pada saat kegiatan adat atau untuk hiburan. tarian jaran kepang memiliki beberapa gerakan.

Ada srisig, ngithing, ukel, oclangan, laku telu, ngruji, obah, dan ngleyeksrisig merupakan gerakan kaki, penari akan berjinjit kemudian melakukan lari-lari kecil mengitari area tari atau membuat pola lantai yang melingkar.

BACA JUGA: Eksistensi Tarian Kagura dari Kota Matsumae di Hokkaido yang Jadi Perjuangan Kesinambungan Budaya 

Ngithing merupakan gerakan yang dilakukan dengan menempelkan ibu jari dengan jari tengah, sehingga membentuk sebuah lingkaran, sementara bagian jari yang lain ditekuk ke bawah.

Ukel adalah gerakan memutar yang dilakukan oleh bagian tangan membentuk arah yang berlawanan dengan jarum jam. Oclangan merupakan variasi gerak dari tarian jaranan memegang jaranan, salah satu kaki penari di angkat ke atas dilakukan dengan berhadapan dengan penari lainnya.

Laku telu adalah jenis gerakan saat dua penari jaranan saling berhadapan, posisi tangan berada di pinggang dengan tubuh yang mendak atau diturunkan ke bawah.

BACA JUGA: Budaya Klenik dan Millenaries Leader di Indonesia

Ngruji merupakan sebuah gerakan tangan yang paling sering dilakukan yaitu posisi ini dilakukan dengan merapatkan empat jari kecuali ibu jari, posisi empat jari tersebut mengarah ke atas, sementara ibu jari ditempelkan ke telapak tangan.

Obah merupakan variasi gerakan bahu. Ngleyek merupakan urutan gerak awal, yaitu posisi tubuh yang diturunkan dengan lutut yang tertekuk.

Tarian ini dilakukan dengan cara menunggangi kuda-kudaan serta membawa pecut. Saat memainkannya, pemain tidak jarang mengalami kesurupan. Bahkan tidak hanya pemain, para penonton yang melihatnya bisa ikut kesurupan

BACA JUGA: Jaranan Mataraman: Identitas Sejarah, Kearifan Lokal, dan Warisan Budaya Tak Benda Desa Sanan

Mengapa demikian? Dalam pertunjukan, selalu disiapkan sesaji yang bertujuan memanggil roh-roh leluhur di daerah tersebut. Hal-hal mistis yang heboh tersebutlah membuat orang-orang penasaran untuk menontonnya. Kesurupan ditandai dengan suara pecut. 

Awalnya pelan lalu suara pecut tersebut menjadi semakin kencang dan cepat diiringi dengan irama musik. Penonton akan histeris heboh karena pemain yang kesurupan akan bergerak seperti binatang bahkan sampai memakan beling.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: