Kisah Warga Kampung Bundaran Pelangi Jelang Pembangunan Underpass (1): Sudah Kompak Ingin Pindah Sejak Lama

Kisah Warga Kampung Bundaran Pelangi Jelang Pembangunan Underpass (1): Sudah Kompak Ingin Pindah Sejak Lama

Suasana perkampungan di kawasan Taman Pelangi, Jalan Jemur Gayungan I Surabaya Jawa Timur, Kamis 4 Januari 2024.-Moch Sahirol Layeli/Harian Disway-

Keadaan berubah drastis begitu masuk medio 2004. Kendaraan mengepung kampung mereka nyaris setiap waktu. Hanya mulai lengang pukul 9 malam.

Tak terasa warga Kampung Bundaran Pelangi pun merasa terisolasi. Seolah tak bisa bergerak. Sejak itulah mereka kompak ingin segera pindah.

BACA JUGA:Direncanakan Era Risma, Pembangunan Underpass Joyoboyo-KBS Mundur Lagi

Janji-janji dari pemerintah pun berdatangan. Terakhir pada 2009 saat pelebaran jalan seri kedua sisi barat dan timur. Rumah-rumah yang berjarak lima meter dari jalan raya kena imbasnya.

“Satu sampai dua rumah yang dekat jalan kena gusur. Awalnya mereka menolak,” terang Nunuk. Warga yang kena sasaran penggusuran itu ingin satu suara. Bahwa penggusuran harus dilakukan secara serempak satu kampung.

Namun, lambat laun mereka goyah. Rumah dan tanah pun direlakan. Sementara 22 persil milik warga lainnya menetap. Tetap terjebak di tengah kebisingan Jalan Ahmad Yani yang makin mengganas.

Ada satu hal lagi yang paling terasa mendesak warga untuk segera pindah. Yakni faktor ekonomi, terutama bagi para emak-emak yang tak punya pekerjaan. “Mau jualan di sini ya susah,” tandas Sumiyati, salah seorang warga yang tinggal sejak 1964.

BACA JUGA:Cegah Praktik Judi Online di Kalangan ASN, Pemkot Surabaya Bakal Terbitkan Surat Edaran

Sebetulnya, ada dua rumah yang membuka toko kelontong kecil-kecilan. Satu di samping kiri rumah Nunuk. Tak terlihat seperti toko. Barang-barang di taruh di dalam rumah. Tak dipajang di etalase depan sebagaimana toko kelontong pada umumnya.

Yang dijual barang-barang sembako. Seperti beras, minyak, dan gula. Satu lagi persis di depan musala. Sama. Barang-barang yang dijual diletakkan di dalam rumah.

Pelanggan mereka tentu saja warga sekitar. Hanya 35 KK yang tinggal di situ. Tentu perputaran uangnya lebih kecil. Terutama dibandingkan dengan kampung-kampung padat penduduk lainnya.

BACA JUGA:Susul Eri Cahyadi, Bayu Airlangga Dapat Surat Tugas PSI Maju Pilwali Surabaya: Langsung dari Kaesang!

Sumiyati sendiri bahkan sudah mendapat wacana penggusuran sejak 90-an. Tetapi tak kunjung terlaksana. Kabar-kabar pembebasan lahan itu selalu terasa seperti angin segar bagi warga.

Meski Sumiyati kadang juga merasa berat bila meninggalkan kampung kelahiran. Eman dengan suasana kampung dengan para tetangga yang guyub rukun. Sebab telah menjadi bagian tak terpisahkan bagi kehidupannyi.

“Kalau memang (lahan) dibutuhkan untuk jalan mau gimana lagi. Kasihan juga macet terus. Kami di sini juga sudah lama ingin pindah,” ungkapnyi. Dia pun berharap pembebasan lahan tahun ini bukan wacana lagi. Angin segar itu tak lagi menjadi harapan yang menguap begitu saja. (/bersambung)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: