RS Medistra Diduga Larang Pemakaian Jilbab, MUI: Kalau Benar, Itu Melanggar Konstitusi

RS Medistra Diduga Larang Pemakaian Jilbab, MUI: Kalau Benar, Itu Melanggar Konstitusi

Ketua MUI Bidang Dakwah dan Ukhuwah Cholil Nafis. Ia memberikan statement bahwa jika benar RS Medistra melarang pemakaian jilbab bagi para calon nakes, maka itu termasuk tindakan melanggar konstitusi di Indonesia.-Cholil Nafis-YouTube Cholil Nafis Official

HARIAN DISWAY - Rumah Sakit Medistra yang bertaraf internasional diduga melarang calon tenaga kesehatan (nakes) berjilbab usai kasus tersebut meluas pada 29 Agustus 2024.

Jika itu benar, Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Bidang Dakwah dan Ukhuwah Cholil Nafis mengatakan bahwa hal tersebut melanggar konstitusi Indonesia yang mengatur tentang kebebasan beragama.

“Apalagi yang ditolak adalah terpelajar, ya. Di tengah langkahnya dokter-dokter kita di Indonesia ini kemudian didiskriminasi karena keyakinannya,” ujar Cholil. “Sangat menyakitkan bagi kita yang mendengarnya,” imbuhnya.

BACA JUGA: Bullying ala Dokter Spesialis di Kasus Bunuh Diri dr Aulia Risma Lestari

Kiai yang juga seorang penulis itu menyayangkan jika ada larangan terkait penggunaan hijab di tempat kerja. Padahal, menurut pria berkacamata tersebut, hijab tidak menjadi penghalang bagi pekerjaan seseorang.

Untuk memperkuat pendapatnya, Cholil menyebut fenomena yang ada di Indonesia. Ia mengamati sudah banyak muslimah yang per hari ini memilih mengenakan hijab. Dengan hijab, para muslimah itu ternyata tidak secara otomatis menutup diri.

Mereka justru dapat berinteraksi bersama orang lain dengan baik. “Oleh karena itu, menyalahkan atau fobia terhadap hijab itu adalah langkah mundur dalam kerangka kita berbangsa dan bernegara dan itu bertentangan," ujarnya.

BACA JUGA: Strategi Menkes Berantas Bullying di Kalangan Dokter: Akreditasi Lebih Ketat, Tidak Lagi Ditentukan Senior

Utamanya dengan kerangka umum kehidupan berbangsa dan bernegara. Pria jebolan University of Malaya, Malaysia tersebut juga menyinggung terkait taraf internasional yang dimiliki rumah sakit swasta tersebut.

Baginya, baik taraf internasional maupun nasional, jika sudah didirikan di Indonesia, maka harus menaati peraturan konstitusional. “Jadi tidak ada alasan internasional, tidak ada alasan karena standar tertentu kemudian menolak berjilbab,” katanya.

Kasus yang menyeret nama RS Medistra tersebut bermula ketika ada dokter spesialis bedah, Diani Kartini, yang memutuskan resign dari RS Medistra. Alasannya, ia tidak bisa menerima perlakuan pihak rumah sakit.

BACA JUGA: Paskibraka Berjilbab Jangan Dilarang Lagi, MUI Minta Jokowi Berhentikan Kepala BPIP

RS meminta kerabat dan asistennya yang hendak melamar menjadi dokter umum untuk melepas hijab. Ia lantas menulis surat pernyataan yang ditujukan pada direksi RS Medistra. Hingga kini, surat itu sudah tersebar luas di X maupun Instagram.

Dalam pernyataan dr. Diani tersebut, alasan pihak rumah sakit memberikan pertanyaan pada kerabat maupun asistennya terkait pelepasan hijab saat sesi wawancara adalah karena taraf internasional yang rumah sakit itu miliki.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: