Demokrasi Membutuhkan Etika

Demokrasi Membutuhkan Etika

ILUSTRASI demokrasi membutuhkan etika.-Maulana Pamuji Gusti-Harian Disway-

BACA JUGA: Hantu Demokrasi atau Pemulihan Ekonomi

BACA JUGA: Kotak Kosong Marak di Pilkada 2024, Jokowi: Kenyataan Demokrasinya Seperti Itu

Proses demokrasi harus dilandasi etiket (kemauan) untuk mencari pemimpin yang terbaik. Motivasi dalam pilkada adalah memilih pemimpin yang memiliki komitmen untuk mewujudkan kesejahteraan dan keadilan sosial. 

Demokrasi juga harus disertai adanya kemauan untuk menerima dan menghormati adanya perbedaan. Perbedaan pilihan tidak lagi dianggap sebagai suatu permusuhan, tetapi  sebagai hak yang harus dihomati dan dihargai. 

Meski menjunjung kebebasan, dalam pelaksanaannya, demokrasi harus didasarkan pada hukum atau peraturan yang berlaku. Kebebasan berpendapat  harus disertai tanggung jawab untuk kepentingan bersama, bukan kepentingan pribadi semata. 

Kebabasan, jika tidak diimbangi dengan tanggung jawab, akan menjadi sumber konflik sosial dan politik, yang pada gilirannya dapat menimbulkan anarkisme.

PERLUNYA ETIKA

Untuk menghindari munculnya anarkisme, diperlukan etika dalam demokrasi. Hukum harus disertai dengan etika dalam penerapannya. Pelanggaran etika dalam berdemokrasi saat ini telah menjadi keprihatinan publik. 

Meski pilpres sudah selesai dan pasangan Prabowo-Gibran telah ditetapkan sebagai pemenang, putusan MK Nomor 90 yang meloloskan Gibran sebagai calon wapres sampai saat ini masih menjadi catatan buruk dalam proses demokrasi. Sebab, itu dianggap melanggar etika. 

Etika yang dimaksud bukan hanya etika sosial, melainkan juga etika pribadi yang berbasis pada kejujuran dan keimanan. Apa pun yang dilakukan pemimpin pasti didasari oleh motivasi (niat) sebagaimana yang dikatakan oleh Alfred Schuz. 

Meski motivasi itu sulit dibuktikan, yang bersangkutan pasti mengetahui. Istilah cawe-cawe  dalam Pilpres 2024 sangat sulit dibuktikan dari sisi hukum, tetapi secara moral, yang bersangkutan pasti tahu. Oleh karena itu, kejujuran sangat dibutuhkan dalam politik.

Etika pribadi juga berlaku terhadap para pemilih. Pemilih harus dididik tidak hanya menjadi pemilih yang cerdas, tetapi juga bermoral. Yaitu, menjunjung tinggi kejujuran dan tanggung jawab untuk kepentingan bersama. Tanpa etika, demokrasi hanya akan melahirkan tirani atau oligarki. (*)


*) Warsono adalah guru besar Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Unesa.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: