Menyambut Pemerintahan Baru Prabowo-Gibran (3-Habis): Warisan Presiden Indonesia dan Karakter Kepemimpinan
ILUSTRASI Menyambut Pemerintahan Baru Prabowo-Gibran (3-Habis): Warisan Presiden Indonesia dan Karakter Kepemimpinan.-Maulana Pamuji Gusti-Harian Disway-
Beruntunglah seorang pemimpin yang meninggalkan warisan kepemimpinan yang baik karena secara langsung maupun tidak langsung telah mentransformasikan kepemimpinan yang baik sebagai warisan berharga. Sebaliknya, merugilah seorang yang telah mewariskan kepemimpinan yang tidak baik.
Konsekuensi dari semua ”warisan politik” dari seorang pemimpin pada semua lini tidak terbatas pada jangka pendek, akan tetapi berdampak jangka panjang. Sebab, warisan itu sangat berharga, bahkan akan menjadi bagian dari monumen kehidupan.
Sebagai ilustrasi, warisan yang berupa benda atau material akan menjadi cagar budaya yang akan terus dijaga dan dilestarikan secara terus-menerus karena merupakan warisan yang sangat bersejarah dan berharga.
Sedangkan warisan politik berupa kebijakan seorang pemimpin dan keteladanan kepemimpinan akan menjadi legasi untuk dikenang bahkan diteladani generasi berikutnya.
Karakter kepemimpinan yang layak ditransformasikan dan diwariskan kepada bangsa dan negara adalah karakter kepemimpinan profetik.
Karakter itu penting diwariskan kepada siapa saja yang hendak menjadi pemimpin dan kepada bangsa, tidak terbatas pada kepemimpinan nasional, tetapi juga kepemimpinan pada semua lini kehidupan. Baik di insitusi pemerintah, swasta, organisasi masyarakat, partai politik, maupun lainnya.
Karakter profetik itu bersifat mutlak bagi seorang pemimpin karena akan berdampak luas dan panjang kepada bangsa dan negara yang dipimpin sesuai ruang lingkup masing-masing. Karakter profetik dimaksud adalah shiddiq (jujur), amanah (dipercaya), fathonah (cerdas), dan tabligh (berani menyampaikan kebenaran).
Implementasi karakter profetik dalam kepemimpinan, antara lain, dapat dilihat dari keteladanan sikap dan perbuatan atau tindakan seorang pemimpin dalam menjalankan kepemimpinan, kualitas demokrasi pada masa kepemimpinan yang bersangkutan, dan kebijakan yang ditetapkan.
Kepemimpinan nasional, sejak Indonesia merdeka sampai saat ini, memiliki tinta sejarah berbeda-beda. Tinta sejarah, antara lain, difokuskan pada sosok pemimpin nasional dalam pemerintahan dan era atau masa yang menyertai, yang secara garis besar disebut era Orde Lama, era Orde Baru, dan era Reformasi.
Sejak era Reformasi, dinamika politik dan perjalanan demokrasi serta demokratisasi di Indonesia mengalami tantangan dan ujian berat.
Dalam situasi demikian, kehadiran sosok pemimpin nasional yang berintegritas sangat dibutuhkan untuk menjadi leader sekaligus manajer. Mendapatkan sosok pemimpin yang memiliki kepemimpinan mendekati kriteria profetik secara sempurna memang sulit.
Sebab, hal tersebut hanya dimiliki nabi. Akan tetapi, sebagai manusia biasa, memiliki kriteria mendekati kepemimpinan profetik itu sudah luar biasa dan perlu mendapat apresiasi.
Kepemimpinan yang mendekati kriteria profetik itu menjadi pakta integritas utama yang layak diwariskan secara turun-temurun sebagai warisan kepemimpinan yang sangat berharga oleh setiap pemimpin dalam semua lini melalui keteladanan sikap dan perbuatan seorang pemimpin, kebijakan yang prorakyat.
Selain tentu saja kriteria yang terkait kompetensi, pengalaman, dan hal-hal lain yang dibutuhkan sesuai dengan perkembangan zaman dan tantangan global. (*)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: