Fatwa Ulama dan Skema Biaya Haji

Fatwa Ulama dan Skema Biaya Haji

JAMAAH haji Indonesia 2024 saat miqat di Bir Ali.-Tomy Gutomo-Harian Disway-

KEKHAWATIRAN bakal adanya kenaikan drastis biaya haji akhirnya reda. Itu menyusul hasil Mudzakarah Perhajian 2024 di Bandung pekan lalu yang menyatakan bahwa pemanfaatan hasil investasi dana haji untuk jamaah lain tidak haram (mubah). 

Itu berarti, skema biaya haji tidak akan banyak berubah dari tahun lalu.

Sebelumnya, para calon jamaah haji sangat khawatir biaya haji tahun depan akan naik drastis. Itu menyusul fatwa Majlis Ulama Indonesia (MUI) yang mengharamkan pemanfaatan hasil investasi dana haji untuk jamaah lain. Pengharaman itu tertuang dalam Keputusan Ijtima’ Ulama Komisi Fatwa Se-Indonesia VIII No 9 tahun 2024 Juli lalu. 

BACA JUGA:Formula Biaya Haji

BACA JUGA:Orang di Saudi Berhaji, ONH Lebih Mahal

Dalam pengambilan fatwa itu, MUI beralasan bahwa pemanfaatan hasil investasi dana haji untuk jamaah lain akan mengurangi hak calon jamaah lain dalam jangka panjang. Sebab, jamaah  seharusnya bisa menikmati hasil investasi dana haji untuk diri sendiri. Dengan digunakan oleh orang lain, itu sama saja dengan mengurangi hak jamaah yang bersangkutan.

Tidak hanya mengharamkan pemanfaatan dana haji untuk jamaah lain, MUI juga mengharamkan tindakan pengelola yang melakukannya. Melakukan sesuatu yang haram dilakukan tentu juga haram bagi pelakunya. 

Dengan fatwa MUI itu, banyak pihak yang khawatir bahwa biaya haji akan naik drastis. Sebab, jamaah hanya akan mendapatkan nilai manfaat dari uang Rp 25 juta yang disetorkan saat mendaftar haji.

BACA JUGA:Risiko Skema Biaya Haji

BACA JUGA:Haji Pasca-Armuzna

Nilainya tidak sebesar ”subsidi” yang diterima jamaah haji selama ini sehingga total jamaah hanya membayar sekitar 60 persen dari BPIH. Tahun lalu jamaah membayar Rp 56 juta dari BPIH sebesar Rp 93,4 juta. 

Kekhawatiran itu cukup beralasan. Sebab, selama ini fatwa MUI dianggap sebagai fatwa resmi yang dijadikan rujukan oleh pemerintah. Di bidang ekonomi, fatwa MUI-lah yang dijadikan regulator dalam membuat peraturan. Kementerian Keuangan, Bank Indonesia, Otoritas Jasa Keuangan, Kementerian Koperasi dan UKM, serta lainnya akan merujuk fatwa MUI dalam mengambil kebijakan. 

Fatwa obligasi syariah (sukuk) pemerintah, produk-produk perbankan dan lembaga keuangan syariah, serta pengembangan produk terkait keuangan semua merujuk pada fatwa MUI. Cash waqf link sukuk (CWLS) yang diterbitkan Kementerian Keuangan, misalnya, juga menunggu fatwa dari MUI melalui Dewan Syariah Nasional (DSN) MUI. 

BACA JUGA:Mengenang Pertunjukan Akbar Ibadah Haji

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: