Filantropi, Pilar Pembangunan Ekonomi Nasional yang (Masih) Terlupakan

Filantropi, Pilar Pembangunan Ekonomi Nasional yang (Masih) Terlupakan

ILUSTRASI Filantropi, Pilar Pembangunan Ekonomi Nasional yang (Masih) Terlupakan.-Maulana Pamuji Gusti-Harian Disway-

Lalu, wakaf. Ini lebih menarik, BWI (Badan Wakaf Indonesia) mencatatkan akumulasi wakaf uang mencapai Rp 2,56 triliun atau tumbuh 212 persen persen sejak peluncuran Gerakan Nasional Wakaf Uang pada Januari 2021. 

Penggerakan wakaf uang temporer berbasis pengelolaan pada sukuk negara (cash wakaf linked sukuk) mencapai Rp 1 triliun atau berkontribusi 39 persen dari capaian akumulasi wakaf uang. 

Di Malaysia, wakaf enterprise bahkan sudah menciptakan dampak ekonomi dan sosial yang berkelanjutan. Salah satu contohnya adalah Johor Corporation (JCorp) yang mengelola wakaf melalui anak perusahaannya, seperti KPJ Healthcare Berhad, dengan aset wakaf senilai miliaran ringgit. 

Keuntungan yang dihasilkan tidak hanya untuk operasional perusahaan, tetapi juga didistribusikan untuk program pendidikan, kesehatan, dan kesejahteraan masyarakat. 

Model itu menunjukkan bagaimana aset wakaf yang dikelola secara profesional dapat menciptakan nilai tambah ekonomi, menarik investasi, dan tetap menjaga prinsip syariah. 

Wakaf enterprise Malaysia itu telah menjadi rujukan global untuk pengelolaan wakaf modern yang menggabungkan prinsip agama dengan efisiensi bisnis. 

Namun, filantropi tidak hanya soal zakat dan wakaf. Lembaga-lembaga filantropi lainnya juga berperan penting. Misalnya, Yayasan Buddha Tzu Chi yang terkenal dengan kegiatan kemanusiaan dan bencana alam, hingga gerakan filantropi modern yang memanfaatkan platform digital seperti crowdfunding. 

Laporan Indonesia Philanthropy Outlook menunjukkan bahwa kontribusi sektor swasta melalui CSR terus meningkat, tetapi masih jauh dari potensi maksimalnya.

BELAJAR DARI MODEL GLOBAL 

Saat ini filantropi sering kali dipandang sebagai aktivitas terpisah dari kebijakan utama negara. Padahal, dengan pengelolaan yang modern dan integrasi lintas sektor, filantropi dapat menjadi sumber pendanaan alternatif yang mendukung pembangunan berkelanjutan.

Bayangkan, jika potensi zakat, wakaf, CSR, dan dana sosial lainnya dikelola melalui mekanisme yang terintegrasi. Pemerintah dapat berkolaborasi dengan lembaga zakat, perusahaan swasta, dan platform teknologi untuk menciptakan sistem pengumpulan dan distribusi dana yang lebih transparan dan efisien. 

Teknologi digital dapat menjadi kunci untuk memantau aliran dana, meningkatkan akuntabilitas, dan mempercepat distribusi ke sektor-sektor prioritas seperti pendidikan, kesehatan, dan pemberdayaan ekonomi.

Salah satu kendala besar yang membuat filantropi, termasuk filantropi Islam, hingga belum menjadi pilar utama pembangunan adalah kurangnya tempat bagi konsep itu dalam diskursus ekonomi pembangunan. 

Secara epistemologi, filantropi sering dianggap berada di luar domain ekonomi arus utama. 

Dalam kajian klasik dan neoklasik ekonomi pembangunan, fokus utama selalu tertuju pada kapitalisme pasar, intervensi negara, investasi asing, atau perdagangan internasional sebagai motor utama pertumbuhan ekonomi. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: