Penjualan Properti Terhambat Dosa Masa Lalu

Penjualan Properti Terhambat Dosa Masa Lalu

Foto udara deretan perumahan di tahap 3 Griya Permata Gedangan.-Boy Slamet-

Menurutnya, Presiden RI Prabowo Subianto juga sudah memberikan keputusan untuk membebaskan piutang terhadap UMKM. Menurutnya, kebijakan serupa seharusnya diberlakukan juga ke sektor yang lain.

“Pemerintah itu seharusnya bersikap sebagai orang tua. Ketika anaknya (masyarakat) ada masalah, ya, dibantu. Dimaafkan. Tetapi, dengan catatan. Ke depannya tidak lagi diulangi kesalahan yang sama,” tegasnya.

Baginya, selagi jumlah kelahiran masih tinggi, kebutuhan terhadap rumah juga akan tinggi. Hanya saja, masyarakat saat ini terhalang untuk bisa membeli rumah karena adanya permasalahan masa lalu saat pandemi, membuat keinginan untuk beli rumah terhalang.

“Dalam kondisi seperti ini, pemerintah tidak bisa bicara untung-rugi. Karena di sisi lain ini juga sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia. Percuma ada rencana paket kebijakan ekonomi 2025, kalau ternyata masih ada tinta hitam yang belum terhapuskan. Masyarakat tetap saja tidak bisa memiliki rumah,” katanya lagi.

BACA JUGA:Sebelum Tetapkan Tersangka, Kejagung Geledah Properti Budi Said

BACA JUGA:Kemenparekraf Tawarkan Pariwisata Indonesia ke Pengusaha Properti Dubai

Karena, selama ini masyarakat membeli rumah dengan menggunakan sistem KPR Bank. Hanya saja, ketika ada jejak negatif di perbankan mana pun itu akan masuk dalam daftar hitam. Sehingga, dipastikan orang itu tidak akan bisa untuk melakukan cicilan.

“Walau saat ini tunggakan itu sudah dibayar, tidak semudah itu menghilangkan nama kreditur dalam daftar hitam. Akhirnya, mereka tetap tidak bisa mengajukan cicilan kepemilikan rumah. Bank pasti akan menolak terus,” bebernya.


PENJUALAN PROPERTI banyak terhambat penolakan kreditur yang punya catatan hitam perbankan.-Boy Slamet-

Pun ia melihat program tiga juta rumah yang dicanangkan pemerintah RI nantinya tidak akan berjalan maksimal. Karena, untuk memiliki rumah tersebut pastinya akan melalui cicilan bank. “Kalau masih ada dalam daftar hitam, bagaimana mau mengajukan cicilan,” tanyanya.

Saat ini saja, dirinya menjual rumah yang harganya Rp 300 jutaan. Untuk mendapatkan penjualan 40 persen per bulan saja kesulitan. Walau sebenarnya banyak masyarakat yang mau beli. Sudah banyak yang mengajukan kredit ke KPR.

“Semuanya jatuh. Pengajuan KPR-nya tidak diterima oleh bank. Karena bank tidak mau. Karena aturan OJK-nya sangat ketat. Tapi bukan aturan OJK kemudian digampangkan. Hanya saja, pemerintah dan OJK harus membantu menyelesaikan dosa masa lalu itu,” bebernya.

Tetapi, ia menyarankan, pemerintah dan OJK hanya membantu masyarakat yang terdampak pandemi tersebut. Artinya, memang kreditur itu menunggak atau tidak membayar cicilan sesudah pandemi.

“Kalau sudah karakter itu kan memang kemauannya sendiri. Pemerintah Indonesia ini kan punya ahli. Bisa memilah mana kreditur yang memang jadi korban pandemi dan kreditur yang memang punya karakter untuk tidak membayar kreditnya,” katanya lagi. (*) 

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: