Politik Divide et Impera

Politik Divide et Impera

ILUSTRASI Politik divide et impera.-Maulana Pamuji Gusti-Harian Disway-

Akibat dari perpecahan tersebut, kekuatan muslim yang besar menjadi lemah di mata asing. ”... 2 billion muslims or 25% of the world population but we cannot unite. We quarrel among ourselves. I’m sorry this is my opinion...,” jelas Prabowo. Jumlah muslim mencapai 25 persen dari jumlah penduduk dunia, tetapi hanya sibuk dengan pertengkaran di antara mereka.  

Beberapa resolusi PBB tidak berdampak apa-apa, begitu pula upaya bantuan terhadap Palestina, Lebanon, dan Suriah yang hanya di atas kertas karena internal negara-negara Islam tidak bersatu.

Catatan Presiden Prabowo cukup mengejutkan beberapa pemimpin negara karena jarang terjadi pernyataan langsung disampaikan dalam acara resmi yang dihadiri beberapa kepala negara. 

Pernyataan tersebut menjadi peringatan keras karena pemimpin negara seperti Iran, Turkiye, dan Pakistan yang selama ini sering bertikai dengan negara tetangga hadir di acara tersebut. Bahkan, Presiden Palestina Mahmud Abbas juga berada di tempat saat Prabowo berpidato. 

Pernyataan tersebut disampaikan saat negara-negara Islam menghadapi tantangan besar tentang genosida di Gaza. Begitu pula saat rezim Assad tumbang dan dikalahkan kelompok perlawanan HTS (Hayat al-Tahrir al-Syam). 

Demikian pula saat terjadi bentrok keras antarkelompok perlawanan, yakni Fatah dengan Hamas di Tepi Barat, yang keduanya seharusnya memikul tanggung jawab untuk melawan Israel. Namun, mereka justru berperang melawan sesama. 

Tidak berselang lama setelah pertemuan itu, Pakistan membombardir Afghanistan karena dianggap mengganggu di area perbatasan dan dibalas dengan tindakan yang sama oleh Taliban untuk menyerang balik Pakistan. 

Pesan tersebut ingin mengingatkan kepada mereka bahwa selesaikan urusan internal negara masing-masing, baru memikirkan masalah di luar negaranya. Jangan beretorika tentang perdamaian kawasan, sedangkan di antara mereka tidak sedang baik-baik saja. 

Kekalahan persaingan politik tidak harus dilawan dengan kekerasan senjata. Diperlukan kebesaran hati untuk menerima kekalahan dan menghormati kemenangan lawan. 

Sementara itu, bagi yang sedang berkuasa, jangan memanfaatkan kekuasaan untuk menghegemoni kelompok lain yang berbeda. Jangan mengubah aturan yang sudah mapan untuk melanggengkan kekuasaan serta jangan coba-coba membangun monarki. Sebab, rakyat bisa saja mengadilinya.

Sangat masuk akal dan bisa diterima keberanian seorang Prabowo di hadapan para pemimpin D-8 yang kebetulan negara dengan mayoritas Islam. 

Liga Arab dan OKI sebatas menyampaikan seruan dan kecaman atas isu-isu kawasan, terutama genosida di Gaza. Seruan dan kecaman tidak (pernah) didengar negara lain karena ibarat dokter sakit mengobati orang sakit. 

Satu sisi, sebagian anggota tidak mampu menyembuhkan penyakit kronisnya. Di sisi lain, berusaha untuk mengobati penderitaan orang lain. Tentu akal sehat sulit menerima itu.

Dunia sudah telanjur melaju jauh. Namun, hukum divide it impera tetap saja berlaku bagi siapa saja yang tidak menyadarinya. 

Hanya satu untuk mencapai tujuan mulia di Timur Tengah dan di belahan dunia lain. Yakni, lawan taktik adu domba dengan semangat persatuan dan persaudaraan sesama bangsa yang pernah ditindas. (*)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: