Meningkatkan Peran Koperasi dalam Program Hilirisasi Kelapa Sawit
ILUSTRASI Meningkatkan Peran Koperasi dalam Program Hilirisasi Kelapa Sawit.-Maulana Pamuji Gusti-Harian Disway-
AWAL 2025, masyarakat berharap tentang realisasi program Astacita yang akan dilakukan pemerintah baru Prabowo-Gibran. Kementerian Koperasi memaparkan, ada 12 program prioritas yang dilaksanakan pada 2025 untuk mendukung pencapaiannya.
Satu dari 12 program Kementerian Koperasi dan UMKM untuk pendukung Astacita itu adalah produksi minyak untuk rakyat: hilirisasi industri sawit melalui koperasi, dengan produksi minyak berkualitas untuk masyarakat.
Saat ini hilirisasi sawit masih didominasi pemodal besar karena pengolahan tandan buah segar (TBS) memerlukan modal, teknologi, dan pengetahuan guna mendapatkan produk turunan yang berkualitas dengan kuantitas dengan produksi besar dan tahan lama. Hal itu mengingat nilai ekspor kelapa sawit dengan produk turunannya cukup besar.
BACA JUGA:Koperasi Milenial Tumbuhkan Jiwa Kewirausahaan Berbasis Teknologi
BACA JUGA:Preseden Buruk Koperasi
Menurut kepala BPS, nilai ekspor CPO dan turunannya naik 100,70 persen secara bulanan menjadi USD 2,18 miliar pada Juni 2024 bila dibandingkan dengan nilai ekspor pada Mei 2024, yaitu sebesar USD 1,08 miliar. Produk kelapa sawit merupakan komoditas perkebunan penting yang menghasilkan makanan, sabun, kosmetik, bahan bakar nabati, dan lain-lain.
Indonesia sebagai pengekspor produk olahan kelapa sawit mempunyai potensi besar. Menurut data statistik sawit Indonesia tahun 2022, ada sekitar 16,83 juta hektare total area perkebunan kelapa sawit di Indonesia. Terdiri atas 6,21 juta hektare atau 40,51 persen adalah perkebunan rakyat, 8,58 juta hektare dikuasai perkebunan swasta, dan 3,57 persen merupakan perkebunan besar negara.
Indonesia sebagai negara terbesar produsen kelapa sawit menyumbang 59 persen dari total produksi dunia. Tujuan ekspor minyak kelapa sawit Indonesia yang paling besar adalah India, kemudian Tiongkok, negara Uni Eropa (Belanda, Spanyol, dan Italia), dan lainnya.
BACA JUGA:Upah Pekerja dan Daya Saing Industri Kelapa Sawit Indonesia
BACA JUGA:UMKM di Hilirisasi Kelapa Sawit
Perkebunan sawit rakyat merupakan usaha perkebunan budi daya tanaman sawit yang dilakukan rakyat dan sebagian besar hasilnya dijual dalam skala terbatas. Sebagian dari perkebunan itu biasanya tidak berbadan hukum dan lahannya merupakan warisan keluarga. Perkebunan sawit rakyat terdiri atas petani plasma yang punya keterikatan dengan pabrik melalui kontrak atau perjanjian kredit.
Sementara itu, petani mandiri tidak memiliki keterikatan dengan pabrik atau perusahaan tertentu dalam penjualan TBS. Menurut Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, kontribusi cukup signifikan dari segi lahan, tapi hasil dari kebun rakyat masih lebih kecil daripada hasil sawit yang diproduksi perusahaan swasta ataupun BUMN.
Menjadi permasalahan bagi petani kelapa sawit mandiri dalam menjual produksinya karena mereka tidak bisa mengolah sendiri. Mereka langsung menjual TBS ke pengepul. Ada kalanya terjerat sistem ijon. Adanya sitem ijon, di satu sisi, menguntungkan petani karena mendapatkan pinjaman dana untuk pengadaan sarana produksi seperti pupuk. Petani sawit tidak mudah mendapatkan pupuk bersubsidi.
Suatu kewajiban petani untuk menjual TBS kepada pembeli sebagai pemilik modal yang harganya fluktuatif. Hal itu bisa menguntungkan apabila hasil panen baik dan harga pembelian TBS cukup tinggi. Sebaliknya, apabila harga TBS menurun, petani dirugikan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: