UKM Non-PKP Menjerit Karena Coretax jadi Atensi Ketua Komisi XI DPR RI

UKM Non-PKP Menjerit Karena Coretax jadi Atensi Ketua Komisi XI DPR RI

Implementasi Coretax di daerah dikeluhkan UKM-Istimewa-

PASURUAN, HARIAN DISWAY - Diberlakukannya coretax sebagai sarana perpajakan yang dinilai mendadak menimbulkan banyak keluhan di daerah. Salah satunya di Kota Pasuruan. Pemilik usaha kecil mikro (UKM) mengeluhkan coretax yang dinilai membunuh rezeki mereka.

Apalagi UKM yang penghasilannya bergantung dari pemerintah daerah. Kini, jika mereka akan mengajukan kerjasama harus memenuhi syarat yang panjang. Salah satunya harus menjadi Pengusaha Kena Pajak (PKP). 

Aini, salah satu UKM jajanan mengeluhkan repotnya membuat e-faktur yang menjadi syarat bagi pihak ketiga yang bekerjasama dengan Pemda setempat. Aini mengungkapkan, syarat UKM nya bisa digandeng Pemda untuk menyediakan makanan ringan adalah bisa membuat e-faktur. Saat Aini dan teman-temannya menanyakan cara pembuatan e-faktur ke Kantor Pelayanan Pajak Pratama Pasuruan, ada sejumlah syarat yang itu tidak mungkin dipenuhi UKM. 

"Bisa mengeluarkan faktur dari coretax, tapi syaratnya harus menjadi PKP. Lha syarat jadi PKP omsetnya harus di atas Rp 4 miliar. Jualan jajan paling mahal Rp 5 ribu, kok kami harus beromset miliaran. Mimpi itu," katanya kepada Harian Disway. 

BACA JUGA:Coretax Sering Error, Sri Mulyani Pastikan DJP Lakukan Perbaikan

BACA JUGA:Link dan Cara Daftar NPWP Online di Coretax System DJP

Saat menyatakan tidak bisa mengajukan sebagai PKP, pihaknya meminta alternatif lain. Namun, menurut Pemda setempat aturan tersebut dari pusat dan sudah saklek. "Saya tanya lagi ke Pemdanya. Katanya tidak bisa dibayar nanti tagihannya kalau tidak ada e-faktur dari Coretax. Harus jadi PKP juga syaratnya. Ya itu sangat mustahil. Jadi, sekarang saya bingung. Padahal, kalau kerjasama dengan pemda kan enak. Pembayarannya jelas walaupun belakangan," terang Aini. 

Kisah Aini adalah sebagian dari keluhan UKM yang tidak bisa berkutik karena diterapkannya Coretax dalam penggunaan anggaran daerah. UKM jasa juga mengeluhkan kebijakan yang dinilai terburu-buru diimplementasikan di daerah itu. "Jadi, yang CV kecil begini semakin terbenam. Bukan termasuk PKP sedangkan di pemdanya syaratnya harus kerjasama dengan PKP. Yang besar semakin besar, yang kecil lama-lama gulung tikar," ujar Tedi seorang pengusaha jasa.

Di sisi lain, keluhan juga diungkapkan para bendahara instansi pemerintah. Sistem Coretax membuat lambannya serapan anggaran karena terkendala pihak ketiga yang tidak memenuhi persyaratan. Apalagi, coretax juga sangat lamban dibuka. "Ya percuma anggarannya tidak bisa dicairkan. Pihak ketiga yang non PKP belum ada solusi bagaimana mereka bisa menerima pencairan pembayaran dari kami. Kami sudah tanya ke KPP nya dijawab jangan kerjasama dengan yang bukan PKP. Khan repot juga," ujar seorang bendahara sebuah instansi di Pemerintah Kota Pasuruan. 

BACA JUGA:SPT 2024 Masih Gunakan Sistem Lama, Coretax Berlaku Mulai 2025

BACA JUGA:DJP Evaluasi Aplikasi Coretax: Validasi 236.221 Faktur Pajak dalam 9 Hari

Menanggapi keluhan-keluhan tersebut Ketua Komisi XI DPR RI HM Misbakhun mengatakan menjadikan atensi keluhan-keluhan di daerah atas penerapan Coretax. "Ini akan kami jadikan atensi," ungkap politikus Partai Golkar itu.

Di tempat berbeda, Kepala Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset (BPKA) Kota Pasuruan Moh. Amien mengatakan, para bendaharanya dinas sudah diinformasikan adanya penerapan Coretax. Namun, teknis penggunaan Coretax tanpa panduan sehingga para bendahara harus wara-wiri ke kantor pajak setempat untuk meminta panduan penggunaan Coretax. Ini yang membuat proses pencairan anggaran tersendat.

"Bendahara sudah kami beritahu ada Coretax. Tapi untuk juknis dan panduannya harus datang ke kantor pajaknya," kata Amien. (*)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: