Apakah Profesi Dokter Masih Menjadi Pilihan?

Apakah Profesi Dokter Masih Menjadi Pilihan?

ILUSTRASI Apakah Profesi Dokter Masih Menjadi Pilihan?-Maulana Pamuji Gusti-Harian Disway-

Si pembayar (BPJS maupun asuransi swasta) hanya berurusan dengan RS/klinik, bukan dengan dokter. Suka tidak suka, dokter adalah milik RS, dengan hubungan pemberi kerja dan pencari kerja. 

BACA JUGA:Akhirnya Pendidikan Dokter Unair Hadir di Banyuwangi

BACA JUGA:Menatap Horizon Medis: Evolusi Kedokteran di Era Modern

Perjalanan menjadi seorang dokter memerlukan waktu yang lama dan keahlian khusus. Perlu waktu tujuh tahun untuk menjadi dokter umum yang memiliki surat tanda registrasi dan surat izin praktik mandiri. 

Jika ingin menjadi seorang dokter spesialis, kita harus menambah lima tahun lagi untuk menempuh program pendidikan dokter spesialis (PPDS).  

Bagi seorang dokter, pengeluaran terbesar bukan hanya materi, melainkan juga waktu. 

Jika mengacu pada WHO, pemerintah menyatakan bahea Indonesia masih kekurangan 110 ribu dokter umum dan 29 ribu dokter spesialis untuk memenuhi kebutuhan dokter untuk 280 juta penduduk. 

BACA JUGA:Dokter Spesialis dan Kualitas Layanan Kesehatan

BACA JUGA:Saat Dokter Forensik Bicara Santet

Data dari pemerintah dan pandangan masyarakat mengenai dokter menyebabkan hukum pasar supply-demand berlaku. 

Pasar menghormati hak setiap orang yang ingin menjadi dokter. Perguruan tinggi berlomba-lomba membuka fakultas kedokteran. Sampai-sampai perguruan tinggi yang fokusnya di bidang teknik, agama, pertanian, dan pendidikan guru juga tidak mau ketinggalan membuka FK. 

Perguruan tinggi membutuhkan dana dan masyarakat rela membayar mahal berapa pun demi anaknya bisa menjadi dokter.  

Sudah menjadi rahasia umum, biaya yang dikeluarkan untuk masuk ke FK bisa tembus ratusan juta per orang. 

Masalah timbul di kemudian hari, hal pertama menyangkut kualitas. Per Oktober 2024 terdapat 117 FK di Indonesia. Namun, dari 117 itu, hanya 30 FK yang terakreditasi A dan unggul.  Kualitas adalah hal yang tidak bisa ditawar di dunia kesehatan. 

Meluluskan banyak dokter yang tidak kompeten sama saja membahayakan masyarakat di kemudian hari. Semua orang bisa menjadi dokter, tetapi tidak semua orang mampu menjadi dokter.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: