BPI Danantara: Lembaga Pengepul Dana atau Birokrasi Investasi Baru?

BPI Danantara: Lembaga Pengepul Dana atau Birokrasi Investasi Baru?

ILUSTRASI BPI Danantara: Lembaga Pengepul Dana atau Birokrasi Investasi Baru?-Maulana Pamuji Gusti-Harian Disway-

Pengaruh mereka meningkat dan berkontribusi pada penggelembungan aset di real estat kota-kota besar seperti London dan New York. Selain itu, dana tersebut berpotensi menjadi alat penekan dan mendominasi pasar keuangan global. 

Kedua, negara-negara yang memiliki pilihan investasi yang luas tidak hanya membeli surat berharga yang diterbitkan negara-negara dengan perekonomian kuat seperti Treasury bills dan dolar AS, tetapi juga bisa berinvestasi di institusi keuangan, infrastruktur, maupun perusahaan-perusahaan ternama global lainnya. 

Ketiga, penggunaan dana SWF perlu didukung tata kelola yang transparan dan akuntabel. Jika tidak, berpotensi memunculkan kecurigaan dan kekhawatiran tentang niat investasi, apakah semata-mata karena alasan komersial atau alasan ekonomi politik. 

Pada kasus investasi Tiongkok ke perusahaan-perusahaan industri teknologi tinggi AS, pihak otoritas keamanan AS menafsirkan itu sebagai upaya Tiongkok untuk mendapatkan eksposur ke teknologi yang maju dan perekonomian AS. 

Investasi semacam itu memperkuat posisi strategis mereka secara ekonomi dan politis. Selain itu, mereka tentu saja berkontribusi untuk meningkatkan pendapatan bagi pemilik SWF. 

DUKUNGAN BIROKRASI YANG EFISIEN

Sebagai salah satu tujuan negara investasi, pertumbuhan ekonomi Indonesia tidak dapat dilepaskan dari aspek ketersediaan prasarana, sarana, dan birokrasi perizinan yang tidak bertele-tele. 

Itu merupakan faktor stimulan bagi investor agar mau menanamkan modalnya sehingga geliat investasi mencapai titik eskalatif yang diinginkan. Oleh karena itu, BPI Danantara tidak bisa bekerja sendiri secara optimal tanpa adanya perbaikan di sektor perizinan, baik di tingkat pusat maupun daerah (pemda/pemkot). 

pun besarnya dana Danantara yang akan ditanamkan di sektor mana pun, tanpa dukungan birokrasi yang efisien, tak ubahnya seperti ”membakar duit” cuma-cuma. 

Berdasar data Badan Koordinasi Penanaman Modal dan Investasi, paling tidak sejak 2019 hingga tahun 2022, kegiatan investasi di Indonesia sangat menggembirakan. Di dalam kurun waktu tersebut, target-target investasi yang ditetapkan pemerintah selalu dapat dilampaui dalam realisasinya. 

Bahkan, ketika pandemi virus korona merebak pada 2020, realisasi investasi di Indonesia mampu melampaui target yang ditetapkan. Pada 2019 realisasi investasi mencapai Rp 809 triliun (melampaui target Rp 792 triliun), tahun 2020 realisasinya mencapai Rp 826 triliun (melampaui target Rp 817 triliun). 

Tahun 2021 realisasinya mencapai Rp 901 triliun (melampaui target Rp 900 triliun), dan yang terakhir di tahun 2022 yang lalu, realisasi investasi mencapai Rp 1.207 triliun, yang juga melampaui target investasi sebesar Rp 1.200 triliun.

Dengan demikian, pertumbuhan investasi yang prospektif dan akseleratif bisa menciptakan efek pengganda ekonomi (economic multiplier effects) yang luar biasa besar, baik pada skala nasional maupun skala pertumbuhan ekonomi daerah. 

Di sanalah peran SWF, jangan sampai diasosiasikan sebagai ”pengepul dana” belaka, tetapi juga bisa dioptimalkan ke sektor-sektor investasi yang berpotensi mendongkrak pertumbuhan kutub-kutub ekonomi baru yang eksplosif. (*)


*) Sukarijanto adalah pemerhati kebijakan publik dan peneliti di Institute of Global Research for Economics, Entrepreneurship & Leadership dan mahasiswa pascasarjana Program S-3 PSDM Universitas Airlangga.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: