TVRI-RRI Jangan Bergantung pada APBN

ILUSTRASI TVRI-RRI Jangan Bergantung pada APBN.-Maulana Pamuji Gusti-Harian Disway-
MELEGAKAN dan mencengangkan! Melegakan karena berita tentang PHK karyawan TVRI dan RRI batal terlaksana. Mencengangkan karena TVRI dan RRI begitu mudah terkena isu efisiensi anggaran pemerintah.
Timbul rasa waswas dalam ekosistem media massa Indonesia. Dalam pernyataan publiknya, Aliansi Jurnalis Independen (AJI) mengkhawatirkan keputusan efisiensi itu.
Pasalnya, hal tersebut dipastikan berdampak pada penurunan kualitas siaran atau produk jurnalistik yang dihasilkan dua media layanan publik itu. Sebab, mereka yang terkena PHK juga meliputi jurnalis dan reporter lapangan.
BACA JUGA:Kritik Kebijakan PHK TVRI dan RRI, Putra Nababan: Harusnya Efisiensi Dilakukan dari Atas
BACA JUGA:HUT TVRI 24 Agustus: Sejarah dan Konser Peringatan ke-62
Padahal, menurut undang-undang, sebagai lembaga penyiaran publik (LPP), TVRI dan RRI adalah milik publik. Artinya, dua lembaga penyiaran itu didanai publik dari dana publik.
Maksudnya, dana publik menjadi sumber utama dana bagi lembaga penyiaran publik. Kejadian itu perlu menjadi penyadaran, para pengelola TVRI dan RRI harus kreatif mencari dana selain dari publik.
Mengamankan TVRI dan RRI sebagai lembaga penyiaran publik sejatinya merupakan amanat undang-undang. Keduanya berperan penting dalam memastikan publik memperoleh hak untuk tahu.
Hak untuk tahu merupakan hak konstitusional setiap warga negara Indonesia dan UU No 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran menyebutkan bahwa lembaga penyiaran publik seperti RRI dan TVRI harus independen, netral, tidak komersial, dan berfungsi memberikan layanan kepada masyarakat.
RRI dan TVRI berperan memberikan informasi, pendidikan, dan kontrol sosial.
SUSAH MENGHILANGKAN BAYANG-BAYANG PEMERINTAH
Terdapat kelebihan lembaga penyiaran publik kita.
Pertama, TVRI dan RRI memiliki jaringan di semua daerah wilayah Indonesia. Itu keuntungan bagi TVRI dan RRI karena siarannya bisa dijangkau seluruh daerah wilayah di Indonesia.
Bahkan, ada amanat khusus menindaklanjuti kemampuan jangkauan LPP itu dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2024 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2005 tentang Penyelenggaraan Penyiaran Lembaga Penyiaran Publik.
Peraturan pemerintah itu berisi ”mengingat betapa pentingnya peran RRI, TVRI, dan lembaga penyiaran publik lokal, perlu dilakukan penyempurnaan regulasi yang memadai dalam rangka mengembangkan dan menumbuhkembangkan RRI, TVRI, dan lembaga penyiaran publik lokal melalui perbaikan kelembagaan untuk pengelolaan secara optimal dan profesional”.
Kedua, sebagai lembaga penyiaran publik, TVRI dan RRI menjadi sumber berkembangnya potensi budaya lokal di daerah.
Dulu memang ada acara yang bisa disiarkan secara terpusat, kemudian didistribusikan ke daerah. Namun, sekarang ada alokasi waktu yang disediakan bagi daerah untuk menyelenggarakan siaran lokal. Itulah yang perlu dimanfaatkan!
Pengembangan program siaran lokal itu sebagai penanda bagi tumbuh kembangnya budaya di daerah. Hal tersebut tidak akan kita dapatkan lewat siaran swasta.
Mereka berpandangan bahwa konten lokal pasti tidak akan mendatangkan iklan atau kurang seksi. Keberadaan konten lokal iu juga sebagai kekuatan bagi lembaga penyiaran publik.
Ketiga, lembaga penyiaran publik tidak akan terpengaruh oleh anggaran pemerintah. Artinya, untuk operasional, TVRI dan RRI bisa menggantungkan diri pada publik. Donasi dari perseorangan atau swasta pun bisa sepanjang disampaikan secara terbuka.
Program-program sukarelawan atau fundraising bisa digalakkan untuk menjaring dana bagi lembaga penyelidikan publik. Dalam hal ini, bahkan konsep crowd funding bisa jadi pilihan. Namun, tentu saja penyelenggaraannya harus transparan dan akuntabel.
Ide fundraising dan donasi dari pihak publik bisa dijadikan alternatif penerimaan untuk LPP. Ide itu perlu diupayakan dengan desain sekreatif mungkin. Itu untuk mencegah ketergantungan TVRI dan RRI pada anggaran pemerintah yang dulu dianggap seperti segala sesuatunya untuk TVRI dan RRI.
Sekarang lembaga itu menjadi lembaga penyiaran publik yang sejatinya bukan lagi milik pemerintah, tetapi sedapat-dapatnya diupayakan oleh publik.
AGENDA KE DEPAN
Terdapat beberapa langkah strategis yang bisa diambil pegiat lembaga penyiaran publik.
Pertama, melakukan revisi UU Penyiaran tentang LPP. Penyempurnaan regulasi salah satunya berkaitan dengan LPP yang perlu memasukkan elemen penggalangan dana dari publik. Toh, itu sejalan dengan amanat PP Nomor 17 Tahun 2024 yang telah diulas di atas.
Kedua, menumbuhkan semangat kepemilikan (sense of belonging) kepada masyarakat atau publik Indonesia. TVRI dan RRI perlu mengembangkan program siaran berkualitas yang menarik perhatian publik.
Kita bisa meniru keberhasilan Jepang dan Australia dalam mengembangkan LPP. Jepang dengan NHK-nya berhasil memperkuat pengaruh di dalam negeri melalui program siaran yang popular seperti acara Chiko-chan.
Di Australia, Australian Broadcasting Corporation (ABC) memiliki program siaran Q & A yang tak kalah populer. Dalam hal ini, TVRI memiliki pengalaman indah dengan program kuis seperti Berpacu dalam Melodi yang pernah popular hingga 1990-an. Saatnya berkreasi!
Ketiga, menghilangkan ketergantungan pada APBN. Selama masih bergantung total pada APBN, sangat sulit untuk kedua LPP itu melepaskan diri dari bayang-bayang pemerintah. Sulit pula untuk menghapus citra sebagai corong propaganda rezim berkuasa.
LPP perlu diberi ruang untuk memperoleh pendapatan selain dari APBN. Ide penggalangan dana dari publik bisa jadi salah satunya.
Keempat, harus memperbanyak tayangan atau program siaran off air yang menumbuhkan kesukaan remaja atau anak muda Indonesia. Aspek interaktivitas itu perlu dimainkan sebagai upaya membangun engagement dengan segmen audiens yang lebih luas.
Membangun loyalitas anak muda pada LPP juga berarti memperpanjang durasi jangkauan TVRI dan RRI dalam 20–40 tahun ke depan. (*)
*) Yayan Sakti Suryandaru adalah dosen Departemen Komunikasi, FISIP, Unair, Surabaya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: