Perspektif Hukum terhadap SHM dan SHGB di Laut

Perspektif Hukum terhadap SHM dan SHGB di Laut

ILUSTRASI Perspektif Hukum terhadap SHM dan SHGB di Laut. -Maulana Pamuji Gusti-Harian Disway-

KINI publik ramai membincang soal pagar laut. Beritanya riuh dan sampai saat ini terus menghiasi halaman pewartaan nasional. Kita semua sempat terentak. Masyarakat dihebohkan dengan penemuan pagar laut sepanjang 30,16 km di lepas pantai Kabupaten Tangerang, Banten. Bahkan, kawasan pagar laut tersebut telah bersertifikat. 

Merujuk pada website Kementerian ATR/BPN, diuraikan bahwa pada penelusuran awal ditemukan keberadaan 234 sertifikat hak guna bangunan (SHGB) dan 17 sertifikat hak milik (SHM) ruang laut, yang diterbitkan untuk kawasan tersebut. 

Dari fakta hukum tersebut, opini ini akan mengkaji permasalahan hukum tersebut melalui perspektif hukum agraria dan hukum administrasi. 

BACA JUGA:Nusron Wahid Beberkan Alasan ATR/BPN Belum Mampu Batalkan SHGB dan SHM Pagar Laut Bekasi

BACA JUGA:Nusron Wahid Sebut SHGB dan SHM Laut Hanya Ada di Desa Kohod dan Karangsari

Pertama, dari perspektif hukum agraria, kawasan laut tidak termasuk definisi tanah berdasarkan Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA). Dengan demikian, pemberian sertifikat hak atas tanah, termasuk HGB dan hak milik, hanya diperuntukkan atas permukaan bumi dalam arti daratan alias tidak termasuk laut. 

Adapun yang disebut tanah adalah macam-macam hak atas permukaan bumi sebagaimana diatur dalam Pasal 4 ayat (1) UUPA. Selain itu, merujuk pada Pasal 1 ayat (4) dan ayat (5) UUPA tecermin bahwa UUPA membedakan definisi dari bumi, permukaan bumi atau tanah, dan pengertian air. 

Hal demikian berarti permukaan bumi yang disebut tanah berbeda dengan air yang mencakup laut, sedangkan pemberian hak atas tanah hanya diperuntukkan bagi hak atas permukaan bumi, yang disebut tanah bukan kawasan laut. 

BACA JUGA:34 SHM di Bali Dikuasi WNA Jerman

BACA JUGA:Mengusut SHM di Laut Sumenep, DPRD Jatim Minta Penghentian Rencana Reklamasi

Kedua, dari perspektif hukum agraria, penerbitan SHGB dan SHM di kawasan laut tidak sesuai dengan prosedur penerbitan sertifikat, yakni tidak ada dasar hukum, tidak cermat, dan tidak akuratnya penyajian data fisik dan data yuridis oleh pejabat yang berwenang. 

Data fisik adalah keterangan mengenai letak, batas, dan luas bidang tanah dan satuan rumah susun yang didaftar, termasuk keterangan mengenai adanya bangunan atau bagian bangunan di atasnya. 

Sementara itu, data yuridis adalah keterangan mengenai status hukum bidang tanah dan satuan rumah susun yang didaftar, pemegang haknya dan hak pihak lain serta beban-beban lain yang membebaninya. Untuk keperluan pengumpulan dan pengolahan data fisik, dilakukan kegiatan pengukuran dan pemetaan. 

BACA JUGA:Jokowi Angkat Bicara soal Pagar Laut, Minta Ada Pengecekan Proses Legal SHGB dan SHM

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: