Polisi Bunuh Anak Kandung

Polisi Bunuh Anak Kandung

ILUSTRASI anggota kepolisian membunuh anak kandung di Semarang.-Maulana Pamuji Gusti-Harian Disway-

Senin, 3 Maret 2025, pukul 15.00 WIB, NA meninggal. Penyebab kematian seperti disebut di atas. Hari itu juga korban dimakamkan. Setelahnya, Ade melarang DJP lapor polisi. Dua hari setelah kematian NA, DJP melapor ke Polda Jateng, tempat kerja Ade. Dia juga melapor bahwa dia diteror Ade agar tidak melapor.

Ade ditahan di Polda Jateng sejak Selasa, 11 Maret 2025, atau delapan hari setelah kematian NA. Kini ia disidik sebagai tersangka. Motifnya belum diungkap penyidik.

Kunci perkara itu, Ade dan DJP belum menikah. Dari situlah bisa ditarik benang merah motif pembunuhan. Buat pasangan pria wanita Indonesia, punya anak harus setelah menikah. Anak hasil hubungan seks di luar nikah, umumnya, digugurkan. Atau, dibuang setelah lahir. Beda dengan di negara-negara Barat, pernikahan tidak terlalu penting. Punya anak di luar nikah tidak masalah.

Dikutip dari The Guardian, Rabu, 10 Agustus 2022, berjudul Spare me the fuss about children born ”out of wedlock”, this is the 21st century, diungkapkan bahwa masyarakat Inggris sudah kurang peduli pada pernikahan.

Naskah yang ditulis Rhiannon Lucy Cosslett itu dibuka dengan kalimat begini: ”Pernikahan kini tidak lagi menjadi prioritas (di Inggris) seperti dulu. Memberikan anak pendidikan yang penuh kasih sayang, membutuhkan lebih dari sekadar cincin kawin dan pendeta.”

Penulisnya sendiri perempuan menikah. Dia merasa jadi orang konvensional. Sebab, berita di media massa Inggris menunjukkan bahwa mayoritas bayi di Inggris dan Wales lahir out of wedlock pada tahun 2021. Itu menimbulkan perasaan mual yang kuat buat si penulis.

Dia mengutip data yang dipublikasi Daily Mail, 2021, yang mengutip Kantor Statistik Nasional Inggris, hanya 48,7 persen bayi baru lahir di Inggris dan Wales yang merupakan hasil pasangan resmi menikah. Sisanya hasil pasangan tidak menikah.

Data tersebut mengejutkan masyarakat Inggris. Angka itu untuk kali pertama dalam sejarah Inggris, bayi yang lahir dari pasangan menikah berada di bawah 50 persen. Data tersebut sejak pencatatan dimulai di sana pada 1845. 

Lucy: ”Saya yakin semua pasangan ilegal (di luar nikah) di luar sana sedang mempertimbangkan pilihan hidup mereka saat membaca ini. Kecuali, tidak ada yang benar-benar peduli, bahwa pernikahan tidak lagi menjadi prioritas.”

Dulu di sana ada anggapan bahwa pernikahan memberikan stabilitas bagi wanita dan anak-anak. Sekarang ada wawasan psikologis bahwa rumah yang tidak bahagia, bahkan rumah dengan surat nikah yang tersimpan di lemari arsip, lebih merusak bagi anak daripada rumah yang bahagia dan tidak konvensional. 

Dilanjut: Saya pikir, orang-orang tidak lagi cenderung untuk bertahan dalam kesengsaraan dalam suatu hubungan daripada sebelumnya, dan menyadari bahwa mereka memiliki lebih banyak pilihan dan lebih banyak potensi untuk bertualang daripada sekadar pria ”bekerja di pabrik dan menikahi gadis lokal”.

Banyak orang tidak memiliki uang untuk pernikahan besar di Inggris. Atau, mereka menikah dengan pesta murah setelah anak mereka lahir.

Itu di Inggris. Nah, di Indonesia, meskipun pasangan pria wanita hidup serumah sudah banyak (belum ada data resmi soal ini), pernikahan masih dianggap penting oleh masyarakat.

Pasangan pria wanita punya anak di luar pernikahan masih dicibir masyarakat. Anaknya dijuluki anak haram. Anaknya tidak diberi akta kelahiran oleh pemerintah. Pasti ortu tidak suka hal itu.

Namun, apakah dengan karakteristik sosiologis Indonesia seperti itu membuat tersangka Ade tega membunuh anak kandungnya? Jawabnya, belum dipastikan. Menunggu hasil persidangan perkara itu kelak. (*)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: