Genderang Make America Wealthy Again Trump dan Paradoks Kapitalisme

ILUSTRASI Genderang Make America Wealthy Again Trump dan Paradoks Kapitalisme.-Maulana Pamuji Gusti-Harian Disway-
Keempat, perang dagang AS-Tiongkok juga telah meningkatkan ketegangan geopolitik di sepanjang jalur perdagangan kedua negara. Kedua negara seteru tersebut juga memberikan tekanan politik dan ekonomi kepada sejumlah negara mitra strategis masing-masing.
Secara textbook, dengan sistem kapitalismenya, AS telah lama menerapkan prinsip liberalisasi perdagangan. Memberikan keleluasaan akses individu ke sumber-sumber ekonomi ternyata justru menciptakan ketimpangan sosial dan mereduksi kedaulatan (ekonomi) nasional.
Penguasaan individu bermodal besar atas sumber-sumber daya alam (SDA) yang sangat intens dan minimnya campur tangan pemerintah terbukti memicu timbulnya ketidakseimbangan antara pertumbuhan korporasi privat dan rakyat miskin.
Negara hadir hanya memfasilitasi ekspansi para kapitalis tanpa mempertimbangkan kesejahteraan rakyatnya. Konsekuensinya, pertumbuhan ekonomi berjalan diiringi pula dengan ketimpangan ekonomi (Meyland, 2022).
Sejumlah negara raksasa ekonomi, seperti AS dan Tiongkok serta yang tergabung dalam G-7 saling berkompetisi secara ekspansif satu sama lain dan mengakumulasi kapital secara agresif yang justru riskan menggiring setiap negara menerapkan proteksi ekonomi dengan tujuan ingin saling menundukkan pesaingnya.
Sebenarnya, dampak buruk perang dagang bukan hanya bermuara dari persaingan ekonomi, melainkan imbas dari paradoks sistem kapitalisme yang digerakkan para penguasa negara adidaya itu sendiri.
Buktinya? AS sebagai negara penyokong utama ideologi kapitalisme dan mendorong perdagangan bebas malah mengeluarkan kebijakan yang kontraproduktif yang merusak tatanan dan melanggar prinsip perdagangan bebas.
AS memberlakukan politik entry barrier berupa pembebanan tarif tinggi yang bersifat proteksionis kepada lawan dagang.
Dalam kacamata kapitalisme, kemajuan ekonomi negara lain (baca: pesaing) dilihat sebagai ancaman yang berpotensi mendisrupsi ekspansi kemajuan ekonomi negaranya.
Perang dagang dan kebijakan proteksionis AS akhirnya justru menyingkap wajah asli kapitalisme yang neoliberal, tetapi egois.
Ironisnya, sejumlah lembaga ekonomi multilateral semacam IMF dan Bank Dunia tak berkutik sebagai juri pengadil dalam menghadapi supremasi dan hegemoni kapitalisme yang sangat proteksionis. (*)
*) Sukarijanto adalah pemerhati kebijakan publik dan peneliti di Institute of Global Research for Economics, Entrepreneurship & Leadership.--
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: