Pengisi Suara Ellie Dari Video Game Menjadi Kameo di Serial The Last of Us Season 2

Ashley Johnson menyanyikan Through the Valley, lagu yang jadi simbol luka Ellie di episode terbaru. --IGN
HARIAN DISWAY – Sekilas, hanya terdengar nyanyian lirih mengiringi pemandangan tragis: tubuh Joel yang terbujur dibawa kembali ke Jackson. Tapi bagi penggemar The Last of Us, suara itu terasa begitu familiar.
Lembut, namun sarat luka. Sebuah suara yang dulu membentuk karakter Ellie dalam game aslinya—Ashley Johnson—kini hadir kembali bukan hanya sebagai aktor, tapi sebagai penyampai duka.
Ya, itu memang suara Ashley Johnson, mengalun kembali menyanyikan lagu Through the Valley. Bagi para pemain The Last of Us Part II, lagu ini bukan sekadar pengiring. Ia adalah semacam janji, semangat bertahan, sekaligus ironi yang pahit.
Lagu yang pertama kali diperdengarkan saat trailer PSX 2016 itu kini kembali menghantui versi HBO-nya, dalam sebuah episode yang mungkin paling menyayat sejak serial ini mengudara.
BACA JUGA: The Last of Us Part II: Remastered Hadirkan Fitur Survival
BACA JUGA: The Last of Us Remake di Steam Banjir Komentar Miring
Lagu yang pernah menggetarkan trailer PSX 2016 kini hadir kembali dalam bentuk yang lebih pedih. --looper
Craig Mazin, co-showrunner serial ini, mengaku tergerak sejak awal oleh kekuatan emosional lagu tersebut. “Saya selalu mencintai lagu ini. Saya ingat betul perasaan saya ketika pertama kali melihat trailer itu,” ujarnya.
“Itu menghantam otak dan hati saya sekaligus,” ujarnya lagi dalam wawancara bersama EW. Namun, lagu ini bukan hanya tentang nostalgia. Ada sesuatu yang jauh lebih dalam. Di versi terbarunya, Johnson merekam ulang lagu itu.
Tak banyak yang berubah, namun menurut Mazin, justru di sinilah letak kekuatannya. Perpaduan antara versi lama dan nuansa baru menciptakan kontras yang menggambarkan kehancuran: antara harapan dan realitas, antara kekuatan dan ketidakberdayaan.
Mazin menafsirkan lirik lagu itu bukan sebagai sebuah pernyataan heroik, melainkan sebuah doa yang tak terkabul. “Hampir setiap baris lagu itu adalah sesuatu yang ingin diyakini benar, tapi sebenarnya tidak,” katanya.
BACA JUGA: Dalam The Last of Us Season 2, Apa yang Nanti Akan Terjadi?
BACA JUGA: Sudah Rindu dengan Joel dan Ellie? Inilah 5 Fakta Unik di Balik Layar The Last of Us
“Senjatamu tak akan menyelamatkanmu. Kamu tak akan bisa membunuh semua musuhmu. Dan ya, kamu akan takut dengan apa yang menunggumu di luar sana.” Lebih jauh, Mazin menyorot makna lirik yang mengarah pada kedamaian dan keselamatan.
Namun, dalam semesta The Last of Us, tidak ada yang abadi. Tidak ada air tenang yang menyejukkan. Tidak ada kebaikan dan kasih setia yang mengikuti. Yang ada hanya luka dan kehancuran, yang terus berjalan tanpa henti.
“Lagu itu seperti doa yang kita pecahkan berkeping-keping,” tambahnya. Namun di balik nada yang getir itu, terselip sebuah ironi yang dalam: lagu tersebut dinyanyikan oleh suara ibu Ellie, karakter yang juga diperankan oleh Johnson dalam season pertama.
Dalam logika Mazin, ketika Ellie kehilangan sosok ayah (Joel), sosok ibu—yang tak pernah dikenalnya—hadir melalui lagu itu. “Itu momen yang menarik. Orang tua satu-satunya diambil darimu, tapi orang tua yang bahkan tak pernah kau kenal, justru hadir, diam-diam menyaksikan,” katanya.
BACA JUGA: The Last of Us Episode 9 : Akhir dari Perjalanan Joel dan Ellie
BACA JUGA: Yang Akan Terjadi Dalam Episode Terakhir The Last of Us
Penggunaan suara Johnson bukan semata untuk menghormati versi video game-nya. Ini adalah bentuk dialog emosional antara dua dunia: game dan serial. Antara Ellie yang dulu, dan Ellie yang sekarang.
Suara sang ibu, meski hanya dalam bentuk lagu, menjadi pelipur di tengah deru kehilangan. Dan di sinilah letak keistimewaan The Last of Us versi HBO. Ia tidak hanya mengadaptasi cerita, tapi juga rasa. Setiap detilnya disusun seperti mozaik emosi yang kompleks—mengajak penonton bukan hanya menonton, tapi ikut merasakan.
Ketika episode itu tayang, mungkin banyak yang meneteskan air mata bukan hanya karena Joel telah tiada, tapi karena nyanyian itu. Karena suara Ellie yang dulu, kini menyanyikan duka Ellie yang sekarang.
Mungkin, seperti kata Mazin, baris terakhir lagu itu—I know when I die, my soul is damned—tak sepenuhnya benar. Mungkin, justru di situlah harapan kecil itu bertahan: bahwa luka boleh abadi, tapi jiwa bisa sembuh. Meski pelan, meski tertatih, seperti bisikan lembut dalam senandung yang pahit. (*)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: