Ironi Politik Anggaran TNI-AL

Ironi Politik Anggaran TNI-AL

ILUSTRASI Ironi Politik Anggaran TNI-AL.-Maulana Pamuji Gusti-Harian Disway-

Seharusnya, kepemimpinannya membuka peluang membangun sinergi dan distribusi prioritas yang lebih adil, termasuk bagi matra laut yang selama ini belum mendapat alokasi optimal.

Sayangnya, perhatian terhadap matra darat masih dominan dalam kebijakan dan wacana publik. Padahal, mayoritas ancaman pertahanan dan keamanan seperti penyelundupan, pencurian ikan, dan ekspansi kekuatan asing justru banyak datang dari laut. 

Revisi Undang-Undang TNI yang telah diketok semestinya menjadi momentum untuk mempertegas batas sipil-militer serta memperkuat profesionalitas militer. Politik anggaran ke depan harus diarahkan untuk memperkuat kapabilitas semua matra, ¬termasuk TNI-AL.

BACA JUGA:Karena Minuman Keras, Oknum TNI-AL Aniaya Istri

BACA JUGA:Peringati Hardikal, TNI-AL Berkomitmen Tingkatkan Kualitas Prajurit

Kedua, salah satu kelemahan mendasar dalam pendekatan pertahanan Indonesia saat ini adalah kegagalan melihat pentingnya infrastruktur keamanan maritim, khususnya pangkalan angkatan laut di titik-titik terluar seperti Saumlaki, Morotai, dan Biak. 

Tanpa pangkalan yang memadai, TNI-AL tidak dapat melakukan rotasi logistik atau pengawasan maksimal terhadap kawasan laut terluar Indonesia. Padahal, titik-titik itu berada di kawasan strategis Indo-Pasifik yang kini menjadi ajang kompetisi kekuatan besar antara Amerika Serikat dan Tiongkok.

Ironisnya, revisi UU TNI yang baru saja disahkan justru berfokus pada perluasan jabatan sipil bagi perwira tinggi, tanpa memberikan perhatian nyata terhadap kondisi bintara dan tamtama yang berada di garis depan. 

BACA JUGA:Keren, Atraksi Udara Penerbang TNI-AL Curi Perhatian Warga

BACA JUGA:Latihan Menyelam Tingkatkan Keahlian Prajurit TNI-AL

Padahal, merekalah yang menjalankan operasi militer selain perang (OMSP) seperti pengamanan laut dan pulau-pulau terluar. Namun, kesejahteraan mereka kerap terabaikan. Sementara negara sibuk menganggarkan dana komunikasi strategis untuk membentuk opini publik, banyak prajurit laut yang tetap bertugas tanpa fasilitas dasar yang layak. 

Prioritas anggaran semestinya difokuskan pada pembangunan dermaga laut, gudang logistik tempur, sistem deteksi dini, serta peningkatan tunjangan dan pelatihan teknis prajurit lapangan.

Ketiga, jalan keluar dari bias matra bukanlah dengan meminggirkan satu matra dan mengedepankan yang lain, melainkan membangun sinergi antarmatra. TNI-AL dan Angkatan Darat perlu menyusun doktrin bersama dalam mengawal perbatasan laut dan pulau-pulau terluar, termasuk penguatan kapasitas marinir dalam operasi amfibi dan pengamanan wilayah pesisir. 

Dalam konteks geopolitik Indo-Pasifik, ancaman tidak lagi bersifat konvensional. Ancaman hibrida, perebutan sumber daya laut, pelanggaran batas ZEE, dan manuver kapal asing di Laut Natuna membutuhkan respons kolaboratif. 

Karena itu, visi pertahanan ke depan harus berangkat dari pengakuan atas keunggulan geografis maritim Indonesia, bukan ditutupi oleh glorifikasi kekuatan darat.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: