Ironi Politik Anggaran TNI-AL

Ironi Politik Anggaran TNI-AL

ILUSTRASI Ironi Politik Anggaran TNI-AL.-Maulana Pamuji Gusti-Harian Disway-

Keempat, ada banyak isu pelik yang harus dibenahi: pembangunan infrastruktur pangkalan laut di wilayah terluar, modernisasi alutsista yang sudah usang, serta peningkatan kesejahteraan dan kapasitas prajurit bintara-tamtama. 

Politik anggaran yang antikritik justru akan mengungkung perkembangan strategis TNI-AL. Seperti pernah disampaikan Kapuspen TNI Brigjen Kristomei Sianturi (Maret 2024), TNI akan menyiapkan tim untuk menghadapi komentar negatif di ruang digital yang dianggap mengganggu stabilitas nasional.

Namun, dalam demokrasi, keterbukaan kritik bukanlah ancaman, melainkan sumber koreksi dan legitimasi sosial. TNI-AL harus responsif terhadap keterbukaan itu –termasuk membuka kolom komentar di Instagram dan memperhatikan masukan kritis dari masyarakat atau para ”pencinta TNI-AL” lainnya yang menyampaikan aspirasi secara terbuka demi kemajuan institusi dan kedaulatan maritim bangsa.

Kelima, diskursus publik tentang modernisasi TNI-AL kerap melebar tanpa prioritas yang jelas. Salah satu contohnya adalah pernyataan mantan Kepala Staf Angkatan Laut (KSAL) Marsetio tentang pentingnya pengadaan kapal induk alias aircraft carrier

Wacana itu memang menarik secara simbolis, tetapi kurang relevan dengan kebutuhan strategis Indonesia saat ini. Sebagai negara kepulauan, Indonesia sebetulnya dapat mengimprovisasi garis pertahanan terdepannya melalui pembangunan dan penguatan pangkalan di pulau-pulau terluar. 

TNI-AL saat ini masih berada pada tahap green water navy, dan meski tidak mustahil menuju blue water navy di masa depan, fondasi seperti infrastruktur, logistik, dan profesionalisme personel harus didahulukan.

Namun, selama visi pemerintah masih bersifat inward-leaning –dengan agenda populis seperti makan bergizi gratis dan bantuan sosial yang menyerap porsi besar anggaran– alokasi substansial untuk pertahanan akan terus terdesak. 

Apalagi, kecenderungan memperluas peran militer di ranah sipil melalui tafsir longgar OMSP dalam UU TNI terbaru juga bisa mengaburkan fokus utama pertahanan. 

Maka, mimpi memiliki aircraft carrier untuk sementara bisa dikubur dalam-dalam demi mendahulukan kekuatan laut yang membumi dan berorientasi pada kepentingan nyata rakyat serta kedaulatan wilayah. (*)

*) Alfin Febrian Basundoro adalah mahasiswa master strategic studies di Australia National University.

*) Probo Darono Yakti adalah dosen hubungan internasional, FISIP, Universitas Airlangga dan direktur Center for National Defense and Security Studies.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: