Motif Pembunuhan-Mutilasi di Lidah Wetan, Surabaya: Diawali Tiga Perkara

Motif Pembunuhan-Mutilasi di Lidah Wetan, Surabaya: Diawali Tiga Perkara

ILUSTRASI Motif Pembunuhan-Mutilasi di Lidah Wetan, Surabaya: Diawali Tiga Perkara.-Maulana Pamuji Gusti-Harian Disway-

AKBP Ihram: ”Setelah tersangka merasa bahwa korban sudah meninggal, mayatnya diseret ke kamar mandi untuk dimutilasi.”

Peralatan bunuh-mutilasi sudah disita polisi. Selain pisau dapur, ada sebuah pisau besar pemotong daging, gunting besar pemotong rumput, dan sebuah palu besi. Polisi tidak menjelaskan detail bagaimana tersangka mencacah mayat dengan peralatan tersebut. 

Diperkirakan, untuk memotong tulang manusia, tidak cukup dengan pisau besar pemotong daging, tapi juga dibutuhkan palu.

Seperti diberitakan, polisi mendatangi kamar kos itu setelah penemuan 65 potongan mayat korban di Pacet. Identitas mayat diketahui polisi dari penemuan potongan tangan kanan, terkait sidik jari. Dari sidik jari, polisi mengetahui alamat korban di Lamongan, rumah ortu Tiara. 

Kemudian, polisi mendatangi alamat tersebut, bertemu Setiawan Darmadi, ayah Tiara. Dari pertemuan tersebut, pihak keluarga meyakini bahwa potongan tubuh itu adalah Tiara. Dan, keluarga Tiara mendatangi RS Bhayangkara, Mojokerto, untuk memastikan. Hasilnya, dipastikan itu Tiara.

Dari informasi keluarga Tiara, polisi menemukan kamar kos Tiara dan Alvi. 

Ketika polisi mendatangi kamar kos tersebut, Minggu dini hari, 7 September 2025, Alvi sedang belum tidur. Begitu bertemu tim polisi, Alvi mengambil pisau, berniat melawan. Seketika itu polisi menembak Alvi, kena betis kiri dan kanan. 

Dalam interogasi awal, Alvi mengakui membunuh Tiara. Maka, ia diinterogasi lebih dalam. Polisi memeriksa kamar tersebut. Ditemukan potongan tengkorak dan bola mata di dalam lemari pakaian. 

Alvi membunuh-memutilasi Tiara Minggu dini hari, 31 Agustus 2025. Kemudian, menyimpan ratusan potongan tubuh itu di dalam kamar tersebut. Ia baru membuangnya pada Jumat tengah malam, 5 September 2025. Dan, potongan-potongan itu ditemukan warga pagi harinya atau beberapa jam kemudian.

Berarti, selama hampir sepekan Alvi sekamar dengan ratusan potongan tubuh korban. Dengan demikian, ketika dibuang, potongan-potongan itu sudah sangat membusuk.

Sangat tragis. Kisah asmara dimulai dari kampus Universitas Trunojoyo, yang tentunya saat itu sangat indah, berakhir dengan begitu memilukan di kamar kos Lidah Wetan. Setan apa yang merasuki tersangka sehingga ia begitu sadis?

Dikutip dari jurnal American Psychological Association (APA) berjudul Speaking of Psychology: Making love last and dating in the digital age, with Benjamin Karney, PhD, diungkapkan, perbedaan antara kondisi pacaran dengan menikah. 

Bahwa pria dan wanita saat pacaran selalu membayangkan indahnya pernikahan. Mereka merasa saat pacaran begitu indah, apalagi saat mereka menikah kelak. Pasti bakal lebih indah. 

Anggapan itu salah. Dasar kesalahannya adalah pernikahan penuh komitmen antara kedua pihak. Sebaliknya, pacaran tidak perlu komitmen. Pun, komitmen itu mahal harganya. Harus dibayar masing-masing pihak.

Prof Benjamin Karney, narasumber APA, adalah guru besar psikologi sosial di University of California, Los Angeles (UCLA). Ia salah seorang direktur UCLA Marriage Lab dan pakar hubungan asmara.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: