Janji yang Tertunda: Potret Koperasi Indonesia

ILUSTRASI Janji yang Tertunda: Potret Koperasi Indonesia.-Maulana Pamuji Gusti-Harian Disway-
BACA JUGA:Meningkatkan Peran Koperasi dalam Program Hilirisasi Kelapa Sawit
Prinsip satu anggota satu suara (one man one vote) memang terdengar indah di atas kertas. Demokrasi ekonomi, katanya. Namun, prinsip itu punya sisi paradoks. Ia membuat koperasi setara, tetapi sekaligus membuat investor besar enggan masuk, karena besarnya modal tidak otomatis memberi pengaruh lebih.
Keputusan strategis jadi panjang dan berliku, sedangkan pesaing di luar sana bisa mengambil keputusan dalam hitungan jam. Akibatnya, koperasi sering tertinggal, bukan karena ide dasarnya salah, melainkan karena belum berhasil menemukan cara baru untuk menyeimbangkan demokrasi dan kecepatan.
Pemerintah (Kabinet Merah Putih) berusaha merespons dengan program besar. Salah satu yang paling ambisius adalah pembentukan Koperasi Desa/Kelurahan Merah Putih, dengan target mencapai 80 ribu unit, yang digadang-gadang menjadi pusat ekonomi lokal.
BACA JUGA:Koperasi Milenial Tumbuhkan Jiwa Kewirausahaan Berbasis Teknologi
BACA JUGA:Proyek Koperasi Merah Putih
Strateginya tampak ambisius: di Jawa Tengah saja, dari ribuan koperasi yang sudah berbadan hukum, pemerintah daerah menargetkan separuh bisa aktif penuh pada 2025.
Namun, di lapangan realitasnya tak selalu seindah rencana. Sejumlah unit Merah Putih dilaporkan sepi dari aktivitas –rak sembako kosong, apotek terkunci, kios pupuk tidak berjalan –bahkan ada yang tutup hanya beberapa hari setelah diresmikan.
Saat meninjau Koperasi Merah Putih di Desa Candirejo, Jawa Tengah, Kamis, 28 Agustus 2025, Menko Pangan Zulkifli Hasan (Zulhas) pun menegur keras: koperasi bukan sekadar tempat bagi-bagi bantuan, melainkan harus dikelola sebagai pusat produktivitas riil.
BACA JUGA:Ekosistem Baru Koperasi Keuangan
BACA JUGA:Preseden Buruk Koperasi
Ia mendesak pengurus bekerja lebih keras, kreatif menjalin kolaborasi dengan pemerintah daerah, dan giat menyosialisasikan manfaat koperasi agar benar-benar hidup di tengah masyarakat.
Isu digitalisasi pun hadir dengan janji serupa. Saat ini pemerintah meluncurkan microsite koperasi terpadu, semacam platform online untuk mencatat dan memantau aktivitas Kopdes Merah Putih. Hingga pertengahan 2025, sudah belasan ribu unit koperasi yang terhubung dalam sistem itu.
Gagasannya bagus: transparansi, akuntabilitas, hingga akses data real-time. Namun, di lapangan penerapannya tidak selalu mulus. Banyak koperasi yang memang sudah memiliki aplikasi keuangan, tetapi penggunaannya sering terbatas hanya untuk kepentingan administrasi formal seperti laporan tahunan.
Untuk transaksi sehari-hari, pencatatan manual masih dominan karena keterbatasan literasi digital, infrastruktur, dan kebiasaan lama yang sulit diubah. Sebab itulah, digitalisasi mudah terjebak menjadi etalase jika tidak dibarengi pelatihan, pendampingan intensif, dan perubahan budaya organisasi.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: