Translanguaging, Identitas Bangsa, dan Trigatra Bangun Bahasa

Translanguaging, Identitas Bangsa, dan Trigatra Bangun Bahasa

ILUSTRASI Translanguaging, Identitas Bangsa, dan Trigatra Bangun Bahasa.-Maulana Pamuji Gusti-Harian Disway-

OKTOBER disebut sebagai Bulan Bahasa dan Sastra Indonesia. Suatu bulan yang dijadikan penanda akan pentingnya kesadaran berbahasa masyarakat Indonesia. Pemerintah juga telah mencanangkan Trigatra Bangun Bahasa berdasar Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara, yang mengatur tentang penggunaan bahasa di Indonesia: utamakan bahasa Indonesia, lestarikan bahasa daerah, dan kuasai bahasa asing. 

Melalui program kebahasaan itu, kita diingatkan untuk bertanggung jawab dalam mempertahankan perilaku kebahasaan bangsa Indonesia yang beragam agar jangan sampai kehilangan kekayaan kemultibahasaannya. 

Artikel ini membahas tentang praktik translanguaging dalam mendukung Trigatra Bangun Bahasa yang mencerminkan identitas bangsa Indonesia sebagai masyarakat multibahasa.

BACA JUGA:Menyemai Kebanggaan Bahasa di Bulan Bahasa

BACA JUGA:Potret Kemeriahan Festival Bulan Bahasa dan Seni Unesa 2024

Istilah translanguaging kali pertama digunakan Cen Williams, seorang guru sekolah dwibahasa di Wales pada 1996 untuk menyebut cara komunikasi anak didiknya yang multibahasa. 

Sejak 2009 para peneliti bidang multibahasa, antara lain, Ofelia Garcia dan Li Wei, mengembangkan rumusan ”translanguaging” untuk menyebut tentang praktik kebahasaan yang dilakukan pengguna multibahasa dalam memanfaatkan berbagai sumber daya komunikasi yang mereka miliki yang tidak hanya mengacu pada satu sistem kebahasaan. 

Penyebutan kebahasaan di sini menekankan pada praktik komunikasi yang tidak hanya bergantung pada satu bahasa tertentu sebagai satu set sistem, tetapi juga pada penggunaan fitur atau sumber daya linguistik dan nonlinguistik lainnya yang bersifat multingual, multimodal, dan multisemiotik seperti penggunaan variasi bahasa lain, visual, gambar, gestur, simbol, dan lain sebagainya, demi tercapainya komunikasi yang efektif dan bermakna. 

BACA JUGA:Bulan Bahasa 2024 SMA Santo Carolus Surabaya, Cinta Bahasa Indonesia Lestarikan Budaya Daerah

BACA JUGA:Rayakan Bulan Bahasa dan Sastra, Parade Agung Buku Filmis Hasil Elang Nuswantara Geber 14 Buku oleh 251 Penulis

Hal utama yang digaungkan dalam praktik translanguaging ini adalah sebagai pengguna multibahasa, kita tidak memaknai bahasa sebagai suatu sistem yang terpisah, tetapi sebagai salah satu sumber daya atau fitur komunikasi yang kita gunakan. 

Bahasa bersama-sama dengan sumber daya komunikasi lainnya, yang berasal dari satu kesatuan repertoar yang kita miliki, kemudian digunakan secara terintegrasi, dinamis, cair dan strategis. 

Praktik pembauran berbagai elemen komunikasi ini adalah sesuatu yang natural dan lumrah dilakukan pengguna multibahasa sejak dahulu kala, yang dikemas dalam penamaan istilah yang baru, yaitu ”translanguaging”. 

Praktik pembauran itu sering kali disalahartikan sebagai sesuatu yang negatif, sebagai bentuk pencampuran bahasa tanpa kendali, seperti yang sudah lama dibahas dalam penelitian-penelitian terdahulu tentang pencampuran bahasa. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: