Semawis adalah Semarang, itu pasti. Dalam bahasa Jawa krama (halus), sebutan Semarang adalah Semawis. Semarang adalah semawis, itu nyata. Sudah 18 tahun kota itu punya ikon wisata kuliner: Pasar Semawis.
TIM ekspedisi Jejak Naga Utara Jawa benar-benar dress-up di Semarang hari itu, Jumat, 20 Januari 2022. Pakaian yang kami kenakan begitu tertata. Retna Christa memakai kebaya encim hitam dengan bawahan kain batik. Rambut pun ditata semi-sanggul. Ayu.
Sedangkan Doan Widhiandono memakai baju Tiongkok seperti pendekar wushu. Warnanya hitam dengan bordir merah bermotif naga dan phoenix. Komplet dengan pie hat hitam seperti orang abad lampau. Celananya pun hitam dengan bordir siluet naga. Rasanya keren. Walaupun ternyata ada yang menyangkanya sebagai pemain barongsai…
Memang, undangan yang kami terima memang cukup istimewa. Yakni, mendatangi Pasar Malam Semawis, sentra kuliner malam yang sangat ikonik di kawasan Pecinan Semarang. Pasar malam itu seperti Kya-Kya di Surabaya. Kedai-kedai makanan berjajar di tepi jalan sepanjang sekira satu kilometer.
BACA JUGA : Sien Ci Putih Ita Martadinata
BACA JUGA : Rawat Keberagaman lewat Rasa Dharma
BACA JUGA : Warung Pelestari Akar Budaya Peranakan
Hari itu, Pasar Malam Semawis berubah menjadi Pasar Imlek Semawis. Karena bertepatan dengan ji kau meh, tradisi berbelanja pada dua hari sebelum Imlek. ’’Dan kali ini, Pasar Imlek Semawis dikembalikan pada rohnya. Diadakan di Gang Baru. Sebelumnya di Wotgandul,’’ ucap Harjanto Halim.
Selain menjadi ketua Perkumpulan Sosial Rasa Dharma (Boen Hian Tong), Harjanto juga bergiat di Komunitas Pecinan Semarang untuk Pariwisata (Semawis). Komunitas itulah yang menggagas Pasar Malam Semawis pada 2005. Mereka ingin membangkitkan geliat wisata di ibu kota Jawa Tengah tersebut. Maka, digelarlah sentra street food malam di kawasan pecinan.
Saban akhir pekan, Pasar Malam Semawis menjadi pusat jajan yang komplet. Mau makan apa saja sepertinya ada. Makanan ringan semacam Takoyaki, sate-satean, minuman dingin, minuman hangat, atau nasi pun ada. Meriah sekali.
Dan hari itu, kemeriahan makin menjadi karena penataan Pasar Imlek Semawis yang apik. Batang-batang tebu ditata di mulut Gang Baru. Berpadu elok dengan bambu yang menjadi gerbang. ’’Ini Pasar Imlek Semawis yang ada buto-nya,’’ ucap lelaki kelahiran 18 Desember 1965 tersebut.
Buto adalah akronim tebu ditoto. Batang tebu yang ditata. ’’Seperti prinsip hanebu sauyun,’’ katanya. Hanebu sauyun atau serumpun tebu itu juga menjadi prinsip kerabat Mangkunegaran, Solo. Maknanya, tebu akan menjadi kuat jika bersatu dalam satu rumpun.
MULUT GANG BARU berhias tebu dan bambu ketika Pasar Imlek Semawis, 20 Januari 2023.-Yulian Ibra-Harian Disway-