Ia mulai hijrah ke Makkah pada 2016. Mengikuti jejak kakaknya yang juga lulusan kampus tersebut. "Setahun awal mengikuti program bahasa terlebih dahulu," kata Widi.
Setelah lulus S1 pada 2020, Widi meneruskan S2 prodi Aqidah juga. Kini Widi tengah mengerjakan tesis. Targetnya harus lulus tahun ini. Ia ingin pulang ke Indonesia membantu kakaknya mengelola pesantren keluarga, Ponpes Safira kota kelahirannya, Garut. "Itu pondok pesantren khusus perempuan," terangnya.
Di Makkah, Widi tinggal di kawasan Jarwal. Dekat dengan salah satu kawasan hotel jamaah haji Indonesia. Saat wawancara dengan Tim Media Center Haji (MCH), Widi mengajak bertemu di Hotel Wahdat Al Khoir, salah satu tempat jamaah haji Indonesia menginap. "Saya tinggal di sebelah hotel ini," kata Widi.
Ia tinggal bersama istri dan anaknya di sebuah apartemen di Jarwal. Itu apartemen wakaf sehingga biaya sewanya disubsidi. Kalau harga normal sewa apartemen di Makkah termasuk mahal. Bisa sampai SAR 10 ribu atau sekitar Rp 43 juta per tahun.
Widi sudah menjadi petugas call center sejak tahun lalu. Ia mendaftarkan diri setelah mendapat informasi dari kampusnya. Seleksinya selain bahasa juga pemahaman fiqih. "Kalau soal perbedaan mazhab, syeikh di sini memilih prinsip kehati-hatian. Tentu tetap yang memudahkan bagi jamaah," kata pria 29 tahun itu.
Widi kebagian shift pagi. Subuh ia sudah berada di kantornya di kawasan Aziziah, Makkah. Lokasinya dekat dengan Bin Dawood, supermarket favorit jamaah haji Indonesia untuk mencari kebutuhan sehari-hari dan oleh-oleh.
Diakui Widi, tidak terlalu banyak jamaah haji Indonesia yang memanfaatkan call center itu. Padahal informasi soal call center itu banyak ditempel di Masjidilharam maupun tempat miqat seperti di Masjid Aisyah di Tan'im. "Dalam satu shift biasanya ada tiga jamaah Indonesia yang menelepon," kata Widi.
Pertanyaan yang umum biasanya seputar miqat dan pembayaran dam. Juga ada yang bertanya soal tata cara menjalankan ritual haji bagi perempuan yang sedang haid. Selain jamaah haji, mukimin atau orang Indonesia yang tinggal di Arab Saudi, juga beberapa kali menelepon.
"Yang terlihat paling sibuk saya lihat petugas layanan Bahasa Arab, Bahasa Inggris, dan Urdu," katanya.
Selain mendapat honor yang cukup besar bagi Widi, petugas call center juga punya kesempatan berhaji. Itu yang tidak disangka oleh Widi. Sebab, orang Arab Saudi dan mukimin hanya bisa berhaji 5 tahun sekali. "Tahun lalu, sehari sebelum puncak haji tiba-tiba diberi tasreh haji. Kami ternyata dibukakan posko di Armuzna. Insya Allah tahun ini juga begitu," kata Widi. (*)