”Luv… luv husband.” Begitulah unggahan Instagram Rizky Nur Arifahmawati, 27, plus foto dengan suami, Andika Ahid Widianto, 26, diberi emoji daun waru, tanda love. Ternyata, Minggu siang, 30 Juni 2024, Arifah dibunuh Andika di rumah mereka, Pulogadung, Jakarta.
CINTA dan pembunuhan serasa dekat jaraknya di kasus itu. Padahal, suami istri pasti dulu pernah saling cinta, lalu menikah. Bahwa dalam perjalanan pernikahan kemudian sikap mereka berubah jadi saling benci, itulah awal petaka. Jika dibiarkan lama-lama kian mendalam, kebencian bisa berakhir pembunuhan.
Di kasus itu, motif masih dikorek polisi. Tersangka Andika saat ditangkap polisi beberapa jam setelah pembunuhan, menurut polisi, tidak menunjukkan tanda penyesalan. Ia tiduran di ranjang, sedangkan jasad Arifah tergeletak di lantai. Ia pasrah saat diborgol polisi. Ia kini ditahan, disidik mendalam.
BACA JUGA: Cewek Punk Bunuh Ayah
BACA JUGA: Tersangka Pembunuh Berdrama
Dari unggahan korban Arifah di Instagram itu, jelas dia cinta suami, Andika. Foto suami istri itu, di latar belakang, juga tampak bahagia. Cuma, di unggahan Arifah selanjutnya kelihatan ada masalah. Isinya begini:
”Semoga kesempatan kedua ini kamu dan aku bisa intropeksi kesalahan masing-masing.”
Dilanjut: ”Badai rumah tangga akan berlalu. Akan indah pada waktunya. Curhat dan keluhkan pada Allah SWT.”
Dari kalimat terakhir itu menandakan suasana hati galau. Arifah berharap besar dalam rasa keputusasaan. Pasrah. Ketika putus asa parah, dia tidak lagi curhat kepada manusia.
BACA JUGA: Daripada Membatin, Lebih Baik Bunuh
BACA JUGA: Sekeluarga Loncat dari Apartemen, Bunuh Diri atau Dibunuh?
Sebaliknya, dari tulisan tangan Andika pada buku tulis yang ditemukan di TKP, rumah petak kontrakan di Jalan Asoka 4, RT 07/RW 04, Cipinang, Pulogadung, Jakarta Timur. Pada tulisan Andika itu kelihatan pernikahan mereka bermasalah. Masalah berat.
Itu dikatakan Sekretaris RT 07/RW 04 Hendra kepada wartawan Senin, 1 Juli 2024. Hendra adalah salah satu yang dilapori keluarga tersangka, Arifah dibunuh Andika. Lantas, Hendra bersama pengurus RT setempat mendatangi TKP, barulah kemudian mereka menelepon polisi.
Hendra: ”Saya masuk ke kamar itu. Di sana ada buku yang sudah sobek, tapi masih ada sampulnya. Itu ditulis dengan pensil. Tapi, tulisannya kurang jelas. Acakadul. Sulit dibaca. Kelihatannya penulisnya sedang marah. Mungkin ia menulis sambil gemetaran. Isinya umpatan.”
BACA JUGA: Pembunuhan Antara Benci dan Kepepet