Merayakan Dies Natalis ke-60, Stikosa AWS Gelar Diskusi Publik Munio

Minggu 06-10-2024,15:05 WIB
Reporter : Jelita Sondang
Editor : Salman Muhiddin

SURABAYA, HARIAN DISWAY - Dalam rangka Dies Natalis Stikosa AWS yang ke-60, kampus ilmu komunikasi pertama di Indonesia Timur ini menggelar diskusi publik bertajuk Munio, yang dalam bahasa Indonesia berarti Berbunyilah. Acara tersebut diselenggarakan, Sabtu, 5 Oktober 2024, di halaman Stikosa AWS.

Bertemakan Jangan Menyakiti Diri, Berkomunikasilah Dulu, Menjaga Mental Tetap Sehat, acara Munio tahap pertama ini menjadi bahasan penting, dengan rencana dilanjutkan ke Munio tahap kedua dan seterusnya.

Berdasarkan keterangan Jokhanan Kristiyono, selaku Ketua Stikosa AWS, acara Munio ini akan diadakan secara rutin sebagai wadah bagi masyarakat untuk berkeluh kesah.

"Tema ini muncul dari banyak kejadian yang disebabkan oleh komunikasi yang tidak baik antara orang tua dan anak, dosen dan mahasiswa, atau interaksi lainnya. Hal ini dapat membuat masalah kesehatan mental seseorang semakin kompleks karena banyak permasalahan yang dipendam," jelasnya.

BACA JUGA:AWS dan Beras Murah Disperindag Jatim ramaikan Hari Keempat Tiba Tiba Bazaar

BACA JUGA:Kampus Stikosa AWS Bergerak! Ini Isi Petisi untuk Pemilu dan Pilpres 2024

Oleh karena itu, dalam acara ini, Jokhanan tidak hanya mengundang mahasiswa atau alumni Stikosa AWS, tetapi juga membuka kesempatan untuk umum serta mengundang narasumber dari luar Stikosa AWS.

Di antara pemateri yang diundang adalah Suko Widodo, Dosen Ilmu Sosial Universitas Airlangga, dan Lutfil Hakim, Ketua PWI Jatim.

Salah satu pemaparan yang disampaikan oleh Suko Widodo mengungkapkan bahwa dalam sebuah penelitian, jumlah mahasiswa yang aktif bertanya dalam 20 tahun terakhir menunjukkan penurunan.


Suasana diskusi Munio di Kampus AWS, Sabtu, 5 Oktober 2024.-Jelita Sondang/Harian Disway-Jelita Sondang/Harian Disway

Menurutnya, hal ini disebabkan oleh menurunnya mental komunikasi di era sekarang, yang dipengaruhi oleh kurangnya pendidikan serta efek digital. Kondisi ini membuat seseorang cenderung tahu segalanya tanpa bertanya dan semakin individualistis.

"Digital membuat orang tidak sering bertatap muka. Ketika marah, seseorang bisa berkata-kata tanpa kontrol. Oleh karena itu, marilah kita menjadi manusia kembali dengan mengungkapkan perasaan, apapun itu, di sini," ucap Suko Widodo.

BACA JUGA:Rayakan Dies Natalis ke-59 dan Hari Pahlawan, Stikosa AWS Kenang Tiga Tokoh Pers Nasional

BACA JUGA:Stikosa AWS Photo Week 2023: Isu Lingkungan Tersaji dalam Bingkai Visual

Namun, bagi Nabila Balqis, mahasiswa semester 5 jurusan Public Relations, kasus bunuh diri tidak hanya dipicu oleh kemajuan digital. Menurutnya, rendahnya kesadaran masyarakat Indonesia tentang isu-isu kesehatan mental juga menjadi faktor penting.

Kategori :