Heroik dan romantis. Dua sisi yang dimiliki Sutomo, yang akrab dipanggil Bung Tomo. Sosok pahlawan nasional itu dipentaskan oleh Yayasan Surabaya Juang, pada 30 November 2024. Dari kisah masa kecil, perjuangan, hingga pertemuannya dengan Sulistina, belahan hatinya.
Lilitan kain biru di tubuh Bung Tomo. Tubuhnya terikat. Meski begitu, ia tetap mencoba bergerak. Berusaha melepaskan diri. Di belakangnya, di tempat yang tinggi, berdiri Bung Karno, Bung Hatta, Adam Malik, dan Amir Syarifuddin.
Para pemimpin bangsa itu menghendaki Bung Tomo agar jangan melawan Sekutu-NICA. Mereka ingin pendekatan diplomatis. Tapi Sutomo menolak. Sikap itu seperti karakter Arek Suroboyo yang teguh pendirian.
BACA JUGA:Parade Surabaya Juang 2023 Sukses Digelar, Semua Sesuai Jadwal
Para aktor membentangkan koran-koran era kemerdekaan dalam pentas Bung Tomo Pandu Garuda. Melambangkan sosok Bung Tomo yang pernah berjuang sebagai wartawan kala itu.-Sahirol Layeli-HARIAN DISWAY
Baginya, jika harga diri bangsa sudah disinggung dengan pengibaran merah-putih-biru, nyawa pun dipertaruhkan untuk melawan. "Di Kota Surabaya, tak satu lembar pun bendera Belanda berkibar. Bahkan senjata Jepang sudah kita rampas! Jangan diam dan tunduk pada kemauan Sekutu dan NICA!" serunya.
Itulah salah satu adegan dalam pementasan Bung Tomo Pandu Garuda. Disutradarai Agung Kasas, pementasan itu digelar di kompleks Tugu Pahlawan Surabaya, 30 November 2024. Menyajikan sisi kepahlawanan, heroisme, dan sisi romantik dari sosoknya.
Dalam pementasan itu, hadir pula Bambang Sulistomo, putra Bung Tomo. Dalam sambutannya, ia menyebut betapa pentingnya kemerdekaan bagi negeri ini. "Dengan merdeka, orang-orang bisa bekerja. Bisa menghasilkan pendapatan untuk anak-cucunya," ungkapnya.
BACA JUGA:Catatan dari Parade Surabaya Juang 2023: Wali Kota Terlambat, Spirit Kepahlawanan Hilang
"Dengan merdeka pula, bangsa ini bisa menilai apakah ada keadilan. Atau justru ketidakadilan yang ada di negeri ini," tambahnya. Ia mengapresiasi pementasan Bung Tomo Pandu Garuda.
Baginya, mendiang ayahnya pun telah membawa kemerdekaan itu untuk seluruh rakyat Indonesia. Meski harus berpeluh, berdarah, hingga berkorban nyawa.
Sajian teater kolosal itu dibuka dengan alunan piano. Tembang Kami Anak Negeri Ini dibawakan oleh para penyanyi cilik dari Higayon Singer. Ratusan anak dari berbagai perwakilan sekolah di Surabaya muncul di tengah, kanan, dan kiri bangku penonton. Membawa obor yang menyala.
Garuda di belakang mereka merentangkan sayap. Para penari dari ZR Dance masuk panggung. Membawa bayi dalam balutan kain merah. Proborini menyanyikan tembang Jawa Lelo Ledung.
Bung Tomo kecil hadir di atas panggung. Diperankan Airlangga Hima Prasetyo. Ia didampingi Sabil, tokoh yang berperan sebagai Notosudarmo, kakek Sutomo.
Dikisahkan bahwa Sutomo kecil masuk sekolah Kepanduan Indonesia. Dari situlah jiwa nasionalismenya ditempa. Termasuk kemampuan menulis dan orasinya.