Pertanyaannya adalah, siapa saja, sih yang termasuk dalam golongan fi sabilillah? Apakah anak-anak yang belajar di sekolah juga termasuk dalam golongan tersebut yang berhak untuk menerima zakat? Setidaknya ada lima pendapat ulama tentang makna serta orang-orang yang termasuk dalam golongan fi sabilillah.
Pertama, fi sabilillah yang dimaksud adalah pada orang-orang yang mengangkat senjata melawan orang-orang kafir, dengan ketentuan bahwa orang yang berjihad tersebut tidak memperoleh gaji tetap dari pemerintahan.
Pendapat ini merupakan pendapat yang disepakati oleh mayoritas ulama seperti golongan mazhab Syafi’iyyah, Malikiyyah, Abu Yusuf, Hay’ah Kibaril (ulama Arab Saudi), dan lain sebagainya. Namun, menurut Abu Yusuf, para pejuang yang dimaksud adalah para pejuang yang miskin. Jadi, ketika pejuang tersebut kaya, maka ia tidak termasuk fi sabilillah yang berhak menerima zakat.
Hal ini didasarkan pada hadis Nabi yang diriwayatkan oleh Imam Abu Dawud yang memiliki arti sebagai berikut.
BACA JUGA:Eri Cahyadi Janji Menu Makan Bergizi Gratis di Surabaya Akan Diperbaiki
BACA JUGA:Istana Sebut Usulan Pakai Zakat untuk Program MBG Memalukan
“Tidak halal zakat bagi orang kaya kecuali lima orang, yaitu orang yang berperang di jalan Allah, amil zakat, orang yang terlilit utang, seseorang yang membelinya dengan hartanya, atau orang yang memiliki tetangga yang miskin kemudian orang miskin tersebut diberi zakat lalu ia memberikannya kepada orang yang kaya.”
Kedua, fi sabilillah yang dimaksud adalah orang-orang yang berjihad atau berperang di jalan Allah, serta orang yang menunaikan ibadah haji dan umrah.
Pendapat yang tidak ditemukan adanya bentuk perselisihan ini disampaikan oleh Abdullah bin Abbas, Ibn Umar, Abu Ubaid al-Qasim bin Salam, Hasan al-Bashri, dan lain sebagainya.
Ketiga, fi sabilillah yang dimaksud adalah orang-orang yang menuntut ilmu. Pendapat ini ditemukan dalam fatwa Zahiriyah, Hasyiyah ibn Abidin, dan al-Marghinani.
Keempat, fi sabilillah yang dimaksud adalah orang-orang yang melakukan upaya untuk memperjuangkan Islam, menegakkannya di muka bumi dalam konteks yang lebih umum. Baik upaya itu dilakukan dengan mengangkat senjata, lisan, atau tulisan. Jadi, jihad di sini tidak melulu diartikan sebagai perjuangan fisik layaknya perang melawan orang-orang yang memerangi Islam.
BACA JUGA:Khofifah Usulkan Raudhatul Afthal (RA) jadi Target Eksplisit MBG
BACA JUGA:Suplai Susu untuk MBG Masih Belum Merata, Pemerintah Siap Impor 200 Ribu Ekor Sapi Perah
Pendapat tersebut disampaikan oleh Syaikh Muhammad bin Ibrahim Alu Syaikh (mufti Kerajaan Saudi Arabiah pada masanya), al-Majma’ al-Fiqh al-Islami, serta al-Nadwah al-Ula li Qadhaya al-Zakah al-Mu’ashirah.
Kelima, fi sabilillah yang dimaksud adalah orang-orang yang berbuat kebajikan guna mendekatkan diri kepada Allah.
Dalam hal ini, fi sabilillah yang dimaksud memiliki makna yang lebih luas, tidak hanya orang-orang yang berperang dan menunaikan ibadah haji/umrah saja. Melainkan juga orang-orang yang membangun masjid, jembatan, panti asuhan anak yatim, mencetak banyak mushaf/kitab-kitab agama Islam, mendakwahkan agama Islam, dan lain sebagainya. nah, pendapat inilah yang banyak disampaikan oleh ulama kontemporer saat ini.