Menyelami Quarter-Life Crisis: Antara Kecemasan dan Pencarian Jati Diri

Selasa 25-02-2025,14:00 WIB
Reporter : Pingki Maharani*
Editor : Heti Palestina Yunani

HARIAN DISWAY - Seorang profesional muda dengan pekerjaan yang mapan tiba-tiba bertanya-tanya apakah ini benar-benar jalan yang ingin dilalui.

Seorang lulusan universitas yang baru memasuki dunia kerja merasa cemas akan masa depannya. Fenomena ini bukanlah hal yang asing. Banyak individu berusia 20-an hingga awal 30-an mengalami perasaan serupa, sebuah kondisi yang dikenal sebagai quarter-life krisis.

Fase ini sering muncul ketika seseorang mulai dihadapkan pada kenyataan kehidupan dewasa. Tuntutan karir, tekanan sosial, serta ekspektasi pribadi menjadi faktor utama yang memicu perasaan tidak menentu.

BACA JUGA: Perbedaan Gaya Konsumsi Media: TikTok bagi Gen Z, Instagram bagi Milenial

Bagi sebagian orang, fase ini datang dalam bentuk keraguan terhadap pilihan hidup. Bagi yang lain, ini adalah momen krisis identitas dan intim.

Salah satu pemicu utama krisis kuartal kehidupan adalah tekanan sosial. Di era digital, media sosial sering kali menjadi alat perbandingan yang tidak sehat.

Melihat teman sebaya yang terlihat sukses, menikah, atau memiliki kehidupan yang tampak ideal, tanpa disadari, dapat menimbulkan rasa tidak cukup baik. Seakan ada standar yang harus dipenuhi, padahal setiap orang memiliki pengoperasiannya sendiri.

BACA JUGA: 7 Kebiasaan Buruk yang Harus Ditinggalkan Gen Z agar Fisik dan Mental Lebih Sehat

Selain itu, faktor ekonomi dan karier juga berperan besar. Banyak individu muda yang merasa kebingungan dalam menentukan langkah berikutnya setelah lulus kuliah atau memasuki dunia kerja.


Setiap perjalanan memiliki liku-liku. Menghadapi quarter-life crisis bisa menjadi kesempatan untuk menjelajahi jalur baru dan menemukan potensi yang belum terungkap. --Pinterest

Ekspektasi akan kesuksesan yang cepat bertolak belakang dengan kenyataan bahwa membangun karier memerlukan waktu dan usaha. Situasi ini sering kali diperparah dengan kondisi finansial, terutama bagi mereka yang masih berjuang mendapatkan pekerjaan yang sesuai atau menghadapi tekanan ekonomi.

Aspek emosional juga turut mempengaruhi. Di usia ini, seseorang mungkin mengalami perubahan dalam hubungan sosial, baik dalam persahabatan, percintaan, maupun hubungan keluarga.

BACA JUGA: 6 Manfaat Terapi Es yang Cocok Diterapkan oleh Penderita Kecemasan Berlebih hingga Depresi

Persahabatan yang dulu erat bisa merenggang karena kesibukan masing-masing. Hubungan asmara pun sering kali dihadapkan pada keputusan besar, seperti pernikahan atau perpisahan. Semua perubahan ini bisa memicu kecemasan yang mendalam.

Krisis quarter-life tidak selalu tampak jelas, tetapi ada beberapa tanda yang sering muncul. Perasaan terjebak dalam rutinitas tanpa makna, kebingungan dalam menentukan tujuan hidup, hingga munculnya pertanyaan seperti “Apakah saya sudah di jalan yang benar?” adalah beberapa di antaranya.

Rasa tidak puas terhadap pekerjaan, sering membandingkan diri dengan orang lain, atau bahkan mengalami burnout juga menjadi indikasi yang umum.

BACA JUGA: World Mental Health Day: Cuaca Panas dan Kesehatan Mental Kita

Jarang sekali, kondisi ini juga berdampak pada kesehatan mental. Perasaan cemas berlebihan, stres, bahkan depresi bisa menjadi bagian dari fase ini. Oleh karena itu, penting untuk mengenali gejalanya sejak dini agar bisa menghadapi dengan lebih baik.


Dukungan dari teman dan keluarga adalah kunci untuk mengatasi quarter-life crisis, memberikan rasa aman dan kekuatan saat menghadapi ketidakpastian. --Pinterest

Krisis quarter-life bukanlah akhir dari segalanya. Justru, ini bisa menjadi momen refleksi diri yang berharga. Langkah pertama yang bisa dilakukan adalah menerima bahwa perasaan ini wajar.

Tidak ada yang salah dengan merasa ragu atau tidak yakin di masa depan. Kesadaran ini dapat membantu mengurangi tekanan yang dirasakan.

BACA JUGA: Erick Thohir Ajak Melek Literasi Digital dan Peduli Mental Health, Gen Z Sumut Antusias

Selain itu, mencoba mengenali minat dan nilai pribadi bisa menjadi solusi. Menuliskan tujuan jangka pendek maupun panjang, mengeksplorasi berbagai kemungkinan karir, atau bahkan mencoba hal-hal baru bisa membantu menemukan kembali semangat.

Berkonsultasi dengan mentor atau berbagi cerita dengan teman yang mengalami hal serupa juga dapat memberikan perspektif yang lebih luas.

Mengelola stres dengan cara yang sehat juga penting. Olahraga, bersantai, atau sekadar meluangkan waktu untuk hobi bisa menjadi cara efektif untuk meredakan kecemasan. Jika diperlukan, mencari bantuan profesional seperti psikolog bisa menjadi pilihan yang baik.

BACA JUGA: Tingkatkan Mental Health Awareness, National Hospital Surabaya Gelar Seminar Bersama dr Aimee Nugroho Sp. KJ

Quarter-life krisis memang bisa menjadi fase yang melelahkan secara emosional, tapi ini juga bisa menjadi titik balik dalam hidup. Alih-alih melihatnya sebagai hambatan, berpikir sebagai kesempatan untuk mengenali diri lebih dalam bisa menjadi langkah yang lebih bijak.

Setiap orang memiliki perjalanan hidupnya sendiri, dan tidak ada yang salah dengan bergerak perlahan asalkan tetap maju. Yang terpenting, teruslah mencoba, karena pada akhirnya, setiap fase sulit dalam hidup akan berlalu. (*)

*) Pingki Maharani, mahasiswa magang dari Prodi Ilmu Komunikasi Universitas Terbuka Surabaya

Kategori :