16 Tahun Lumpur Lapindo: Harta Karun Lithium Belum Dimanfaatkan
PENURUNAN tanah di Jalan Raya Porong mengakibatkan jalur itu sering banjir. Foto diambil pada 16 Februari 2018.-BOY SLAMET-Harian disway-
Lumpur Lapindo belum habis. Semburannya tak kunjung mampet dan tak ada yang bisa menghentikan. Tepat 29 Mei besok, bencana itu genap 16 tahun.
---
KEPULAN asap masih menyembul di pusat semburan lumpur Lapindo, Jumat, 27 Mei 2022. Bau khas minyak tanah tercium ke permukiman jika hujan turun. “Yang enggak biasa, bisa pusing,” ujar Valian Shan, warga Kali Tengah, Tanggulangin yang rumahnya cuma satu kilometer dari tanggul Lapindo kemarin (27 Mei 2022).
Aromanya makin menyengat jika angin mengarah ke utara. Warga setempat sudah terbiasa dengan bau itu.
Selama musim penghujan warga Tanggulangin dan Porong dihantui rasa ketakutan. Banjir yang datang bisa bertahan berhari-hari. Penurunan tanah di area permukiman sudah mencapai satu meter lebih.
Jalan paving sudah ditinggikan berkali-kali. Akibatnya banyak rumah yang tenggelam. Permukaan air sumur juga semakin tinggi. Bisa diambil pakai gayung. “Airnya nyumber dari sela-sela keramik,” ujarnya.
Selain Kalitengah ada enam desa jadi langganan banjir setiap musim penghujan. Yakni, Desa Kesambi, Gedang, Persawahan dan Desa Candipari, Kecamatan Porong serta Desa Kedungbanteng dan Desa Banjarasri, Kecamatan Tanggulangin.
KONDISI Jalan Raya Porong yang terendam air pada 29 April 2019 lalu.-BOY SLAMET-Harian disway-
Dibalik derita itu muncul kabar mengagetkan. Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) mengumumkan bahwa lumpur Lapindo mengandung lithium (li) dan strontium (sr).
Lithium sedang banyak dicari untuk katoda baterai kendaraan listrik. Angka kelimpahan unsur lithium di bumi hanya 32 parts per million (ppm). Sedangkan di bagian tenggara Lumpur lapindo kadarnya mencapai 610 ppm.
Proyeksi pasar lithium di pasar global diperkirakan mencapai USD 8,24 miliar atau setara Rp 1.185 triliun hingga 2027. Perusahaan mobil listrik kini berlomba untuk menampilkan produk ramah lingkungannya.
BACA JUGA:Siapa Berhak Kelola Harta Karun Lapindo?
Pakar Geofisika Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya Amien Widodo pernah meneliti kandungan lithium lumpur Lapindo pada 2016. Ia membawa tim terpadu riset mandiri (TTRM) ITS. “Sampai sekarang belum ada riset lanjutan. Harusnya perlu,” kata mantan Kepala Pusat Studi Kebencanaan dan Perubahan Iklim ITS itu.
Pengambilan sampel dilakukan di beberapa titik dengan jarak 200 meter dengan kedalaman 5 meter. Penelitian lanjutan seharusnya dilakukan dengan jarak yang lebih dan lebih dalam.
Sampel yang diambil kala itu berasal dari permukaan. Bisa jadi sampel yang diambil dengan kedalaman tertentu bisa menunjukkan kadar lithium yang lebih besar.
Jika sudah ada penelitian lebih detail, proses panen bisa dilakukan tanpa menambang. “Kalau di daerah lain lithium diambil dari bongkahan batu besar lalu dihancurkan. Ini tidak perlu. Sudah tinggal mengambil,” ujarnya.
Semburan yang bermula dari sumur minyak Banjar Panji 1, Porong itu bisa mengubah status bencana Lapindo jadi berkah. Masalahnya sekarang, siapa yang akan mengelola Lapindo?
WARGA menyaksikan atap rumah yang terendam lumpur. Foto diambil pada 23 Oktober 2006.-BOY SLAMET-Harian disway-
PT Minarak Lapindo telah mengganti tanah warga dengan dana talangan pemerintah pada 2015. Utang yang semula cuma Rp 733 miliar, kini membengkak jadi Rp 2,233 triliun. Pihak Lapindo baru mengangsur Rp 5 miliar.
Pemerintah bisa menyita tanah yang telah dijaminkan. Namun, belum ada keterangan resmi dari Kementerian Keuangan yang memberikan pinjaman tersebut.
Meski status tanah belum jelas, Kementerian ESDM sudah menyampaikan rencana kerja sama dengan luar negeri. Salah satunya Energy Resources Government Initiative (ERGI) dari Amerika Serikat.
ERGI berada di naungan Departemen Luar Negeri AS yang dirancang untuk mempromosikan tata kelola sektor pertambangan dan rantai pasokan mineral energi dunia. ERGI melibatkan negara-negara lain untuk memajukan prinsip-prinsip tata kelola hingga teknologi.
Amien berharap Indonesia segera mengambil langkah cepat untuk menggali potensi lithium di Lapindo. Sebab, saat ini industri mobil listrik sedang naik daun. “Semoga cepat. Kalau lithium sudah ada, tinggal menyediakan saja,” harapnya.
Dosen Teknik Mesin ITS Bambang Sudarmanta mengatakan lithium sudah sangat dibutuhkan di Indonesia sekarang. Mobil listrik dari berbagai merek sudah mengaspal. Banyak juga produsen yang kini mulai menjajaki mobil listrik. ”Kendaraan roda dua maupun roda empat arahnya ke listrik, memang. Baik kendaraan baru maupun yang konversi,” ujar salah satu tim peneliti kendaraan listrik yang bekerja sama dengan Toyota itu.
Toyota mengembangkan Calya agar jadi kendaraan listrik yang terjangkau bagi pasar. Bambang telah mempresentasikan hasil penelitiannya pekan lalu. Hingga saat ini riset masih terus berjalan untuk menentukan formula yang pas.
Bambang mengatakan, komponen baterai mencapai 30-40 persen dari total produksi mobil. Selama ini Indonesia masih bergantung pada impor. Jika Lapindo bisa menyediakan kebutuhan litium, pengembangan mobil listrik nasional bisa lebih cepat. (*)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: