Sejarah dan Konflik Surat Ijo Surabaya: Manuver Whisnu Sakti Buana (40-habis)

Sejarah dan Konflik Surat Ijo Surabaya: Manuver Whisnu Sakti Buana (40-habis)

Wali Kota Surabaya (2021) Whisnu Sakti Buana dilantik di Gedung Negara Grahadi untuk meneruskan masa jabatan Tri Rismaharini yang ditunjuk sebagai Menteri Sosial.--

Whisnu Sakti Buana cuma kebagian 6 hari sebagai wali kota definitif Surabaya. Ia meneruskan sisa jabatan Wali Kota Tri Rismaharini yang ditunjuk Presiden Jokowi jadi Menteri Sosial. Dalam waktu yang singkat itu Whisnu berhasil membuat kebijakan yang berdampak besar pada konflik surat ijo yang melibatkan 47 ribu persil.


Gebrakan Whisnu diawali dengan pertemuan dengan Komunitas Pejuang Surat Ijo Surabaya (KPSIS) pada awal 2021. Untuk kali pertama Ketua KPSIS Hariyono dan perwakilan pejuang surat ijo bisa masuk ke Balai Kota Surabaya. Bahkan sampai diterima langsung di ruang kerja wali kota.

Dalam pertemuan itu KPSIS menerangkan temuan-temuan warga yang dikumpulkan dari  Komisi Informasi Jatim serta fakta persidangan yang sudah ditempuh bertahun-tahun. Ditemukan banyak kejanggalan pada pencatatan aset pemkot.

Yang jadi senjata andalan adalah temuan SK HPL 53 dan 55 Tahun 1997 untuk kawasan Perak Barat dan Gubeng. Warga sudah puluhan tahun menempati tanah itu. Namun pemkot baru mengurusnya setahun sebelum orde baru tumbang.

BACA JUGA:Sejarah dan Konflik Surat Ijo Surabaya: KPSIS Pilih Netral di Pilwali Surabaya (39)

BACA JUGA:Sejarah dan Konflik Surat Ijo Surabaya: Menteri ATR BPN Sofyan Djalil Pun Pusing (38)

Sejatinya pemerintah pusat bersikap adil. Mereka tidak memberikan SK HPL itu ke pemkot apabila ada warga yang sudah tinggal di sana. Namun oleh pemkot, klausul itu tidak dipenuhi. Tidak ada pembebasan tanah. Jutaan meter persegi tanah negara itu diklaim sebagai aset daerah tanpa mengajak bicara warga.

Whisnu sudah paham persoalan itu. Ia sudah dua periode mendampingi Wali Kota Tri Rismaharini. Politisi PDIP itu juga sudah pernah jadi pimpinan DPRD Surabaya

Ia tahu waktunya tak banyak. Whisnu membuat surat ke sejumlah instansi pemerintah pusat. Yakni Kementerian Agraria Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Kementerian Keuangan, Kementerian Dalam Negeri, hingga BPK RI.

Melalui surat itu ia mengakui bahwa pemkot bersedia menyerahkan urusan surat ijo ke pemerintah pusat. Whisnu juga siap mengembalikan tanah aset pemkot ke negara. 

BACA JUGA:Sejarah dan Konflik Surat Ijo: Langkah Besar dari Komisi Informasi Jatim (37)

BACA JUGA:Sejarah dan Konflik Surat Ijo Surabaya: Efek Dukungan Pakde Karwo (36)

Konsep penyelesaian masalahnya memakai sistem land reform pada Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) 1960. SK HPL dan tanah-tanah eks barat lain yang dikuasai pemkot akan dikembalikan ke negara. Yang berhak atas tanah itu nantinya adalah warga yang puluhan tahun menempati. Bahkan ada yang tinggal di tanah itu sejak Indonesia belum merdeka. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: