Berbagi Wawasan Motif Batik, Komunitas Cinta Berkain Indonesia selalu Adakan Pertemuan dengan Tema

Berbagi Wawasan Motif Batik, Komunitas Cinta Berkain Indonesia selalu Adakan Pertemuan dengan Tema

Anggota Komunitas Cinta Berkain Indonesia berpose dengan bawahan kain bermotif khas dari berbagai daerah. Untuk melestraikannya, kain tersebut tak dijahit maupun dipotong. -Julian Romadhon/HARIAN DISWAY-

HARIAN DISWAY - Sayup suara gamelan terdengar di ruang gamelan Taman Budaya Jawa Timur. Dimainkan oleh Komunitas Cinta Berkain Indonesia (KCBI). Selain melestarikan wastra Nusantara, mereka juga peduli terhadap seni budaya. Eksistensi mereka telah berjalan selama 8 tahun.
 
Ayo, ayo, konco, konco, ngayahi karyaning projo/Kene, kene, gugur gunung tandang gawe. Alunan tembang Gugur Gunung menggema di ruang gamelan, kompleks Taman Budaya Jawa Timur. Para pemainnya adalah ibu-ibu dari KCBI.

Satu demi satu mereka memainkan alatnya masing-masing. Bermain gamelan adalah cara bagi para ibu itu untuk mengisi waktu, sekaligus bersilaturahmi. Sebab mereka merupakan pelestari wastra Nusantara.

BACA JUGA: HUT ke-7 KCBI Cabang Surabaya Dimarakkan Dramatari Roro Jonggrang

Tiap mereka mengenakan bawahan kain berbagai motif. "Jadi tidak sekadar berkumpul. Tapi kalau ada aktivitasnya begini, kami bisa ikut andil dalam melestarikan budaya Jawa," ujar Enny Handayani, wakil ketua II.
Selain mencintai wastra Nusantara, komunitas Cinta Berkain Indonesia juga peduli terhadap kesenian Jawa. Mereka rutin bermain gamelan. -Ahmad Rijaluddin-

Sesuai nama komunitasnya, mereka mengenakan bawahan kain etnik. Mereka memiliki ketentuan bahwa kain-kain bawahan itu tak boleh dijahit dan dipotong. "Jadi cukup dibebetkan (dililitkan, Red) di pinggang saja. Seperti kebiasaan leluhur kita dulu," ungkapnya. 

Kecuali, jika ukurannya perlu ditambah atau dikurangi, bisa diberi resleting atau karet di bagian atas. Tapi tetap tak boleh dipotong atau dijahit. "Kami semua memakai kain pun dibebet seperti ini. Semacam mengenakan sarung," ujar Ninuk Ratih Hendrawati, wakil ketua I.

Dia menunjuk bawahannya, yakni kain batik khas Pamekasan. Di situ terdapat tujuh perempuan yang masing-masing mengenakan batik berlainan motif. Enny, tampil dengan batik khas Sidoarjo. Berwarna merah marun berpadu dengan hitam.

Suhartin, anggota paling senior, mengenakan batik khas Bangkalan. Santi, kain bawahan tenun khas NTT dengan tekstur ujungnya yang menjuntai. Kemudian masing-masing: kain khas Batu, Cirebon dan Lasem.

Untuk batik Cirebon yang dikenakan Tina Swasdini, motifnya cukup unik. Yakni terdiri dari topeng-topeng khas. Berpadu dengan warna merah dan aksen ornamentik. Komunitas Cinta Berkain Indonesia chapter Surabaya telah berdiri sejak 2015. "Pusatnya ada di Jakarta. Kalau chapter Surabaya ini memang dibentuk dari pertemanan di antara kami," ungkap Enny.

Maka, anggota komunitas tersebut sebagian besar berusia di atas 40 tahun. Namun, sebenarnya siapa saja boleh bergabung. "Utamanya para perempuan yang peduli dengan wastra dan budaya Nusantara," terang perempuan 61 tahun itu.

Fokus mereka tak hanya wastra batik. Namun, berbagai wastra khas dari beberapa daerah di Indonesia. Seperti tenun ikat, songket, sulam Lampung, jaritan tenun NTT, sarung Makassar, ulos dan sebagainya.

KCBI berpusat di Jakarta. Selain di Surabaya, terdapat cabang-cabang lain, bahkan sampai luar negeri. "Ada chapter Bandung, Bogor, Bali, Lombok, Sumbawa, Perth, San Fransisco, Singapura, dan masih banyak lagi," terang Ninuk. 

Terkait aktivitas, mereka kerap berkeliling ke berbagai daerah untuk mengembangkan wawasan tentang wastra. Seperti ke Tuban, mendatangi pengrajin kain batik gedhog, ke Lasem, Rembang, Kudus, Malang, Lamongan, Lumajang, Jember dan sebagainya.

Seperti telah disebutkan, komunitas tersebut mengutamakan kain utuh untuk dijadikan bawahan. "Karena itu kalau sedang berkumpul, pasti ada temanya. Misalnya bulan ini, kami mengusung tema batik Madura. Pertemuan berikutnya, tema songket, tenun dan sebagainya. Dengan cara itu selain melestarikan, kami juga saling berbagi wawasan. Misalnya tentang motif khas," ujarnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: