Lansia di Pulogadung Ditembak Maling dan Analisis Kriminologi
Komplotan perampok bersenjata api dibekuk polisi usai melancarkan aksinya di minimarket di Kembangan, Jakarta Barat.-Maulana Pamuji Gusti-Harian Disway-
Kondisi di atas perlu dipahami masyarakat. Sebagai pengetahuan mempelajari situasi kondisi jika suatu saat jadi korban maling atau rampok.
Kriminolog Amerika Serikat (AS) David F. Luckenbill dalam bukunya yang berjudul Generating Compliance: The Case of Robbery (1981) menguraikan secara jelas situasi-kondisi korban maling atau rampok. Definisi maling adalah mencuri. Kalau tidak ketahuan. Tapi, bisa berubah jadi perampok (bersenjata dan menembak) jika kepepet.
Buku Luckenbill itu hasil riset terhadap para maling dan perampok yang dipenjara maupun yang sudah atau masih bebas. Di tahun penerbitan buku tersebut. Di AS. Luckenbill mewawancarai 86 perampok bersenjata yang pada 1980 masih aktif merampok di Negara Bagian Missouri dan St Louis.
Cara Luckenbill menemui para perampok sebagai narasumber melalui perantara dua orang. Satu bekas perampok. Satu lagi kurir heroin kecil-kecialn, tapi kenal dengan para perampok di dua lokasi riset.
Dijelaskan, cara perampok mendekati calon korban, ada dua cara. Cara itu terkait selera dan karakter para perampok. Juga, dari hasil analisis perampok setelah mempelajari situasi-kondisi di TKP.
Pertama, mode sembunyi-sembunyi atau menyelinap mendekati target dengan cepat tanpa disadari korban maupun warga di sekitar TKP.
Semua maling dan perampok umumnya mempelajari situasi target untuk mencari sisi buta (blind spot) dari perspektif target. Dari area blind spot itulah ia bergerak mode sembunyi-sembunyi.
Lalu, dengan cepat sudah berada di dekat korban. Barulah ia mengancam korban dengan senjata dan kata-kata. Tapi, senjata lebih menakutkan daripada kata-kata.
Keuntungan penjahat dengan cara itu, memberikan unsur kejutan kepada calon korban. Saat terkejut, korban langsung diancam. Korban mengalami dua kali terkejut. Dengan begitu, harapan penjahat, korban cepat menyerahkan harta.
Cara kedua, maju mendekati korban dengan penampilan normal. Tidak sembunyi-sembunyi. Tujuan pelaku ialah menyesuaikan diri dengan lingkungan sosial di sekitar TKP. Dengan begitu, calon korban melihat pelaku sebagai orang normal, tidak mengancam.
Tapi, setelah pelaku dan korban berdekatan, barulah pelaku mengancam korban. Bisa dengan kata-kata, bisa dengan senjata. Umumnya, kata-kata dan senjata.
Metode yang dipilih pelaku mendekati calon korban lebih ditentukan oleh faktor-faktor situasional dibandingkan oleh preferensi individu pelaku.
Kuncinya, jika situasi di TKP ramai orang, penjahat pakai cara kedua. Sebaliknya, kalau situasi sepi, pakai cara pertama.
Terpenting dari isi buku itu adalah ini: ”Pelaku berusaha menciptakan ilusi kematian terhadap korban. Ilusi kematian yang membuat korban takut mati.”
Dijelaskan: ”Korban yang kepalanya ditodong pistol tidak tahu rasanya mati. Bahkan, penodongan itu kejadian mendadak yang bisa membuat korban terkejut dan bereaksi secara tak terduga. Tapi, pelaku berkata-kata yang menyuntikkan ilusi sakitnya kematian.”
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: