Dalam Literasi Media untuk Disabilitas, KPID Jatim dan BK3S Jatim Tegaskan Jika Difabel Bukan Objek
Dari kiri, moderator Danny Heru Dwi, Ketua BK3S Jatim Pinky Saptandari, Ketua KPID Jatim Yosua Immanuel, Wakil Ketua KPID Jatim Dian Ika Riyani, dan Komisioner BK3S Jatim Royin Fauziana yang tengah berbicara. -Majalyn Nadhiranisa R/HARIAN DISWAY-
HARIAN DISWAY - Agar para difabel paham media dan sebaliknya agar media tak hanya memanfaatkan disabilitas sebagai objek demi menaikkan rating, KPID Jatim bekerja sama dengan BK3S Jatim menggelar Literasi Media untuk Disabilitas bertema Siaran Disabilitas Subjek atau Objek.
Dalam acara yang digelar pada Kamis, 30 Desember 2023, di Gedung BK3S Jawa Timur, diungkap tentang peristiwa pada medio Mei 2023. Saat Brownis, program siaran di televisi, yang menghadirkan bintang tamu yang merupakan penyandang disabilitas.
Yakni atlet Persatuan Sepakbola Amputasi Surabaya (Persas) Agung Rizki Satria dan atlet menembak Yahas Nur Rahmat. Kedua atlet tersebut tiba-tiba diajak senam, berjoget bersama para host-nya. Mereka tak memikirkan sama sekali perasaan para atlet difabel itu.
"Tak mungkin kan orang dengan keterbatasan fisik diajak berjoget bersama. Itulah salah satu contoh pelanggaran bernuansa SARA dalam tayangan televisi. Tentu surat teguran telah dilayangkan. Jika kesalahan yang sama terus berulang, maka bisa dicekal," ujar wakil ketua Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) Jatim Dian Ika Riani.
BACA JUGA: KPID Jatim Jalin Kerja Sama dengan Fikom Unitomo
Dijelaskan Dian, KPID hadir dalam talkshow itu sesuai dengan fungsi utamanya. Yakni menjamin masyarakat untuk memperoleh informasi yang layak dan benar sesuai dengan hak asasi manusia serta ikut membantu pengaturan infrastruktur bidang penyiaran.
Dalam acara itulah Ika mengungkapkan berbagai pelanggaran dalam dunia media dalam talkshow bersama para disabilitas.
Peserta disabilitas yang menghadiri Literasi Media untuk Disabilitas dengan tajuk Siaran Disabilitas: Subjek atau Objek menyanyikan lagu Indonesia Raya menggunakan BISINDO. -Majalyn Nadhiranisa R/HARIAN DISWAY-
Selain Ika, hadir narasumber lainnya yakni Ketua BK3S Jatim Pinky Saptandari, Komisioner BK3S Jatim Royin Fauziana. Sebagai moderator, ditunjuk Danny Heru Dwi Hartarto yang merupakan penyandang disabilitas tunanetra.
Menurut Pinky, dalam fenomena terkini, para disabilitas cenderung menjadi objek. Media, seperti pertelevisian, cenderung menyiarkan para difabel demi menaikkan ratingnya saja. "Diambil sisi kasihannya atau sisi pilunya. Mereka diperlakukan sebagai objek," ungkapnya.
Bagi Pinky, paradigma media penyiaran diwarnai peliyanan, dan berkecenderungan menempatkan disabilitas sebagai objek, bahkan memberi pelabelan negatif. "Tahun 2045, generasi masa kini yang memegang kendali. Termasuk generasi muda disabilitas sebagai agen pembaharu dalam perubahan. Tapi mereka belum banyak mendapat perhatian," ungkapnya.
Jika filsafat Rene Descartes pada masa lalu menyebut: Aku Berpikir Maka Aku Ada, maka pada zaman sekarang, ungkapan itu berubah menjadi: Aku Klik Maka Aku Ada. Pada era kecanggihan teknologi dan maraknya internet, kaum disabilitas berada dalam posisi lemah sebagai konsumen media.
Para difabel mengalami marjinalisasi dan peliyanan. Jika pun ditampilkan dalam media, seperti telah dijelaskan, hanya mengambil dari sisi termehek-mehek-nya. Supaya dikasihani, lalu berimbas pada naiknya rating tayangan.
Pemanfaatan para disabilitas hanya demi kepentingan ekonomi semata. "Maka para disabilitas harus memperkuat kemandirian dan otonomi, kemudian menguasai pola komunikasi, dan informasi era digital," ujar Pinky.
Dengan cara itu, maka kaum disabilitas dapat menjadi subjek otonom dalam pembangunan, juga berbagai bidang lain. Pinky menjelaskan bahwa media berperan penting dalam menjadikan disabilitas sebagai subjek.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: