Protes Teater Api Indonesia lewat Lakon Dinasti Bulldog; Meruntuhkan yang Bar-Bar

Protes Teater Api Indonesia lewat Lakon Dinasti Bulldog; Meruntuhkan yang Bar-Bar

Slamet Gaprax membuka adegan pementasan Dinasti Bulldog dengan mengelilingi tiga seng, properti khas Teater Api Indonesia. -Julian Romadhon/HARIAN DISWAY-

Beberapa aktor datang membawa berbatang-batang lidi. Menumpahkannya di seluruh panggung. Empat seng datang lagi ke dalam panggung sembari memukul-mukulkan bagian bawahnya ke lantai sehingga menimbulkan suara getar.

Naryo memukul-mukul seng. Hingga ia keluar panggung. Seng terus bergetar. Tak bergeming saat dipukul. Di akhir adegan itu adalah suara benturan badan seng dan tanah. memunculkan suara getaran konstan yang mencekam.

BACA JUGA: Pentaskan Calon Arang di Madrid, Teater Keliling Sumbangkan Seluruh Penjualan Tiket untuk Orangutan

Via Naryo tergambar orang-orang yang berusaha meruntuhkan segala hal yang negatif. Tapi sama seperti Obenk, ia tak berdaya. Naryo seorang tak mampu melawan angkuhnya kuasa yang diwujudkan dalam keempat seng kokoh itu. Ingin melawan tapi apaah daya.

Tumpukan batang-batang sapu lidi berserakan di seluruh panggung. Wiji datang. Memungutnya satu per satu. Ia memainkannya. Layaknya bermain pedang. Empat seng itu datang kembali seperti melawan Wiji. Pemegangnya menjatuhkan seng-seng itu ke lantai.

Wiji pun terpelanting. Empat aktor pemegang seng menimbun tubuhnya dengan batang-batang lidi. Perlawanan terakhir yang akhirnya tak berdaya. Kekuatan para bulldog lebih besar. Perlawanan itu tak mampu meruntuhkan kezaliman.

Lewat bulldog, Api menunjuk dinasti. Tak hanya dikaitkan dengan situasi politik saat ini. Tapi lebih luas. Dinasti tak hanya ada dalam kerajaan. Tapi dalam praktik-praktik kekuasaan zaman modern serta di dunia industri kapitalis. 

Para pemegang kekuasaan membutuhkan kelangsungan kuasa, tahta, atau jaminan kelangsungan bisnisnya lewat keturunan. Pun lewat alat-alat kekuasaan yang dipelihara dan dipupuk terus-menerus hingga nilai kesetiaan itu akan tetap ada. Tanpa takut jika kelak berbalik melawan. Seperti bulldog yang setia.

Namun, sedikit di antara sistem tanda yang diusung, menggunakan penanda yang masih bersifat umum. Sehingga dapat langsung dipahami.
Dedi Obenk berakting seperti mengendarai kuda kemudian ia memukul-mukul seng-seng. Itulah adegan dalam Dinasti Bulldog saat dimainkan di Gedung Cak Durasim, Surabaya, pada 22 November 2023. -Julian Romadhon/HARIAN DISWAY-

Seperti simbol pembersihan yang menggunakan sapu lidi. Seng sebagai dinding yang kokoh, tak mudah ditembus, serta visual biohazard, virus, radioaktif dan lain-lain, yang dapat dipahami secara langsung sebagai tanda bahaya.

Terlebih, simbol-simbol itu begitu sering digunakan. Sehingga penikmat mungkin akan dapat mengerti secara langsung tentang maknanya. Sebenarnya tak masalah, jika Api mampu lebih mengeksplorasi permainan simbolnya menjadi lebih menggugah, mencekam, atau memberi sejuta tanda-tanya dalam benak.

Selebihnya pentas yang mengadaptasi naskah Mesin Hamlet karya Heiner Muller itu menghentak pikir di antara yang menghibur. Pesannya kuat. Memberi penekanan bahwa saatnya membaca atau mengkaji ulang praktik-praktik dinasti yang merugikan. 

“Dinasti tidak akan pernah mati karena runtuhnya abad kerajaan-kerajaan. Dia akan bermetaforsosis dan mewujud menjadi dinasti-dinasti baru pada industri-industri kapitalis, praktik-praktik kekuasaan negara dengan pemerintahannya yang konspiratif dan bar-bar,” demikian kutipan dalam pentas. (Heti Palestina Y-Guruh Dimas Nugraha)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: