Pengembangan Budaya Akademik di Indonesia (2-Habis): Meneliti dan Memasak, Sebuah Ilustrasi

Pengembangan Budaya Akademik di Indonesia (2-Habis): Meneliti dan Memasak, Sebuah Ilustrasi

ILUSTRASI Pengembangan Budaya Akademik di Indonesia (2-Habis): Meneliti dan Memasak, Sebuah Ilustrasi .-Maulana Pamuji Gusti-Harian Disway-

KATA meneliti tidak asing bagi semua orang. Kata itu tidak hanya monopoli kalangan akademisi. Kata meneliti sangat familier dalam bahasa sehari-hari seperti kata memasak. Misalnya, seorang ibu mengatakan kepada anaknya yang baru selesai mengerjakan tugas, diteliti lagi tugasnya apakah sudah benar jawabannya.

Selanjutnya, apa hubungan meneliti dan memasak? Dalam kaitan ini dibuat analogi bahwa meneliti itu seperti memasak. Mengapa menggunakan analogi memasak? 

Sebenarnya untuk memudahkan saja karena antara giat meneliti dan memasak ada prosedur yang hampir sama. Itu menunjukkan bahwa meneliti itu mudah seperti memasak. 

BACA JUGA: Pengembangan Budaya Akademik di Indonesia (1): Tantangan dan Solusi Meningkatkan Literasi

Akan tetapi, mengapa dalam menjalankan aktivitas sebagai guru dan dosen, bobot aktivitas meneliti lebih kecil daripada aktivitas lainnya. Padahal, ilmu dalam berbagai cabangnya berkembang dan dikembangkan dengan cara meneliti. 

Ilmu-ilmu sosial, ilmu eksakta, ilmu agama, ilmu terapan, dan ilmu-ilmu lainnya berkembang dan maju karena penelitian sehingga ilmu-ilmu tersebut berkembang dengan pesat seiring dengan perkembangan zaman.

Di kalangan guru, baik pada jenjang PAUD/RA, SD/MI, SMP/SMA, dan SMA/MA/SMK atau yang sederajat, tidak banyak yang memiliki hobi meneliti. Apalagi, bagi guru, meneliti bukan kewajiban. 

BACA JUGA: Jabatan Akademik dan Kesejahteraan Dosen

Guru yang akan naik pangkat/golongan IV-a dan seterusnya biasanya tidak segera terpenuhi umumnya juga karena terkendala tidak memiliki angka kredit atau poin dari penelitian atau publikasi karya ilmiah yang dihasilkan dari penelitian. 

Padahal, meneliti sebenarnya mudah seperti memasak yang menjadi keseharian. Misalnya, meneliti hal-hal yang ada di lingkungan sekitar, baik lingkungan sosial maupun lingkungan alam, akan dapat menghasilkan karya ilmiah berupa artikel yang siap dimuat di media massa atau jurnal ilmiah. 

Tidak perlu membayangkan bahwa meneliti itu hanya milik akademisi pada jenjang perguruan tinggi. 

BACA JUGA: Membangun Gedung dan Iklim Akademik

Guru PAUD, SD, SMP, SMA, atau yang sederajat sambil menjalankan aktivitas mendidik dan mengajar bisa secara paralel meneliti hal-hal yang sederhana, tetapi menghasilkan sesuatu yang menarik bahkan sampai menemukan hal-hal baru, yang biasanya oleh para ilmuwan disebut novelty (temuan baru). 

Apa yang dilakukan guru tersebut hampir sama dengan mudahnya orang memasak, tidak perlu membayangkan bahwa memasak itu hanya milik para chef yang pandai dan mahir memasak dengan lezat dan bergizi seperti di restoran, hotel, dan tempat-tempat mewah lainnya. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: