Perjuangan Perempuan di Balik Kain, Pameran Wastra Nusantara Koleksi KCBI
Dalam pameran bertajuk Cerita Wastra Nusantara – Cerita Kainku yang digelar KCBI bersama Bentara Budaya Jakarta, ada 60-an lembar kain koleksi para anggota KCBI. -Yusuf Susilo Hartono-
Juag bisa sebagai tempat untuk memajang, mempengaruhi pembeli, daya beli, pengetahuan apresiasi, dan kesediaan memakai kain sehari-hari dalam ranah privat dan publik.
Juga kesediaan masyarakat memakai kain dalam ranah privat dan publik merupakan bagian kunci penting dari seluruh proses produksi selembar kain. Bahkan kesediaan memakai kain dalam ranah privat dan publik itu tidak berlebihan jika dikatakan puncak kehormatan selembar kain.
BACA JUGA: 5 Tradisi Unik Sambut Ramadan di Berbagai Negara
Jika songkok atau kopyah, puncak kehormatannya ketika dipakai di kepala; karpet puncak kehormatannya justru saat digelar di lantai dan diinjak kaki atau sepatu; kehormatan kain jika dipakai untuk menutup aurat sekaligus memperindah tubuh.
Disebut kehormatan karena keputusan mau memakai selembar kain, bagi si pemakai, tentu sudah melalui berbagai pertimbangan. Antara lain pertimbangan soal kepantasan, kepatutan, dan ketepatan dengan ruang dan waktu.
Dengan kata lain, kesediaan mengenakan kain tradisional tidak cukup dengan keberanian si pemakai. Melainkan butuh pengetahuan tentang kain tersebut. Tak kalah penting kesadaran memahami etika dan konteks.
BACA JUGA: Non-stop 24 Jam, Hari Musik Nasional 2024 di Surabaya Semarak dengan 30 Penampil
Sebagai contoh kecil, tak patut melayat dengan mengenakan kain batik dengan motif untuk pernikahan. Di bagian pengetahuan atas kain tradisional inilah, menjadi tantangan kita saat ini.
Kain-kain itu memiliki begitu banyak warisan kekayaan dan keragaman mulai motif hingga metode pembuatan yang tersebar mulai dari Sabang sampai Merauke, dari Pekalongan sampai Manado.
Ketua KCBI Sita Hanimastuty menyampaikan sambutan tentang Pameran Wastra Nusantara Koleksi KCBI yang digelar untuk makin menggelorakan semangat kecintaan perempuan mengenakan kain tradisional. -Yusuf Susilo Hartono-
Untuk kepentingan transfer pengetahuan tentang nilai wastra, kita tidak bisa mengandalkan pejabat pemerintah, dunia pendidikan, dan media massa saja. Melainkan menjadi tanggung jawab bersama. Terutama bagi perseorangan maupun kelompok (komunitas) yang kompeten untuk itu.
BACA JUGA: Lukisan Bergaya Pop Art Karya Vincent Prijadi Purnomo Ini Unik, Simak Ya!
Jika perjuangan perempuan dalam konteks produksi kain (batik dan tenun) dalam konteks peningkatan upah perajin dan menjaga kesehatan akibat pewarnaan (kimia), kini saatnya perjuangan diperlebar ke kaum perempuan dalam konteks pemakai.
Agar mau beramai-ramai mengenakan kain batik dan tenun setiap hari di ranah privat dan ranah publik. Tujuannya, selain menghargai warisan leluhur, pemakaian kain secara masif akan berdampak pada peningkatan perekonomian usaha mikro bagi perajin lokal.
Sebagaimana pesan Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Bintang Puspayoga dan Ketua Kompas Perempuan Andy Yentriyani bahwa wastra Nusantara, para perempuan pemakai kain, dan pelaku UMKM saling menghidupi.
BACA JUGA: Sajikan Pameran Seni Rupa yang Periodik, 5 Galeri Seni di Surabaya Ini Oke untuk Art Hangout
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: