Pemenang Surabaya Tourism Award 2024 (16): Wisata Kampung Pecinan Unggul dengan Sejarah Tabib Kapasan yang Merawat Pejuang

Pemenang Surabaya Tourism Award 2024 (16): Wisata Kampung Pecinan Unggul dengan Sejarah Tabib Kapasan yang Merawat Pejuang

Kedai Kungfu di Wisata Kampung Pecinan yang menyajikan berbagai menu masakan Mandarin. -M Sahirol Layeli-HARIAN DISWAY

SURABAYA, HARIAN DISWAY - Nuansa Tionghoa, bagian dari sejarah Indonesia. Khususnya Kota SURABAYA. Itulah Wisata Kampung Pecinan di kawasan Jalan Kapasan Dalam, SURABAYA. Kampung tersebut terpilih sebagai finalis SURABAYA Tourism Awards (STA) 2024 karena segudang keunikannya.

Cuaca terik Surabaya. Matahari menyala tepat di atas ujung kepala instalasi naga. Instalasi itu terletak di areal punden Kapasan Dalam. Masyarakat Kampung Pecinan menikmati kopi sembari bercengkerama di kedai belakang Kelenteng Boen Bio.

Kampung ini punya sejarah panjang. Mulai dari kisah Buaya Kapasan, perkembangan seni beladiri kungfu, latar belakang sejarah kelenteng hingga peran warga dalam perang kemerdekaan," ujar Wakil Ketua Pengurus Wisata Kampung Pecinan Michael Wijaya.

BACA JUGA: Pemenang Surabaya Tourism Awards 2024 (5): Kebun Binatang Surabaya Makin Nyaman dan Instagrammable

Kelenteng Boen Bio sebagai salah satu bagian dari Kampung Pecinan dibangun pada 1883. Kemudian dipindahkan di Jalan Kapasan pada 1907. Dalam kelenteng tersebut terdapat berbagai ornamen yang masih asli. Termasuk berbagai pajangan dinding dan beberapa rupang atau patungnya.
Wakil Ketua Pengurus Kampung Wisata Pecinan Michael Wijaya menerima penghargaan sebagai Juara 2 Best Kampoeng Tourism dalam ajang STA 2024. --HARIAN DISWAY

Mungkin orang hanya tahu Kelenteng Boen Bio dan pemukiman yang dihuni mayoritas warga Tionghoa. Namun, di bagian belakang kelenteng itu terdapat bangunan bersejarah. Dindingnya papan kayu yang ditata persegi. Begitu pula lantainya.

Ruang dalam tersebut cukup luas. Dony Djhung, salah seorang pengelola Kampung Wisata Pecinan, menyebut bahwa ruang itu dulu digunakan untuk merawat para pejuang. "Ketika perang 10 November meletus, tabib-tabib Tionghoa berkumpul di sini. Jika ada pejuang yang terluka, mereka merawatnya," ungkapnya.

BACA JUGA: Pemenang Surabaya Tourism Award 2024 (4): Leedon Hotel & Suites Sediakan Paket Wisata Surabaya Gratis

"Ya, di sini dulu semacam Puskesmas kecil. Oleh warga sekitar dijadikan Gedung Seksi Sosial. Termasuk pengobatan, pelayanan sosial pada masa itu, dan semacamnya," ujar Michael.

Setelah melihat-lihat bangunan tersebut, Michael dan Dony mengajak Harian Disway menyusuri perkampungan. Masuk melalui gang-gang kecil. Beberapa penghuni yang kebetulan berada di halaman, menyapa ramah.

Sebagian rumah-rumah disitu berarsitektur lawas. Beberapa berciri khas rumah Tiongkok. Berdinding tebal dengan pilar. Salah satunya adalah rumah tua. Dulu rumah itu digunakan para pemuda setempat untuk menghisap candu.
Altar Kelenteng Boen Bio. Kelenteng itu menjadi bagian dari Wisata Kampung Pecinan, sebagai bangunan cagar budaya. -M Sahirol Layeli-HARIAN DISWAY

"Kami menyebutnya 'Rumah Candu'. Para pemuda zaman dulu memanfaatkannya untuk berkumpul. Bercengkerama bersama sembari menghisap candu," terang Michael. 

BACA JUGA: Pemenang Surabaya Tourism Awards: Shangri-La Andalkan Lobi Cantik dan Kolam Renang Luas (3)

Rumah itu kini ada yang menempati. Namun, saat Harian Disway berkunjung pada 18 Mei 2024, empunya rumah sedang tak ada di tempat. Michael menyebut bahwa kampung itu terbuka untuk semua kalangan, khususnya para pelajar. "Yang kami angkat adalah aspek kebudayaan dan sarana edukasi bagi para mahasiswa atau siswa sekolah," ungkap pria 35 tahun itu.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: